Showing posts with label cerita. Show all posts
Showing posts with label cerita. Show all posts

[cerita] kumpulan kata mutiara - bijak manga gintama


[cerita] kumpulan kata mutiara - bijak manga gintama

"Apa kau tau seberapa bodohnya kami?? JANGAN REMEHKAN KAMI!!!"

"Jika kamu punya waktu untuk memikirkan mati yang indah, kenapa tak kau gunakan waktumu untuk hidup indah sampai akhir?"

"Di manapun aku berada, aku hidup dengan peraturanku sendiri."

"Setua apapun kita, kita masih dalam proses mencari tempat sejati dalam hidup ini."

"Jika kalian mencintai seseorang, kalian juga harus mencintai kejelekannya juga!"

"Kebahagian itu tergantung pada masing2 orang, jika menurutmu kamu bahagia, maka kamu emang bahagia."

"Ibuku bilang, wanita lebih bahagia jika dicintai daripada mencintai."

"Aku tau dia akan pergi. Makanya aku hanya akan menyimpan perasaan ini dalam hati, dan membuatnya menjadi kenangan indah."

"Make-up terbaik seorang wanita adalah senyumnya."

"Kemalangan terbesarku adalah menemukan bahwa orang yang paling memahami tentang diriku... . adalah Musuh."

"ibu bukanlah apa-apa jika tak menyebalkan."

"Tak peduli sebodoh apapun diriku, pokoknya aku mau jadi bos! itulah motoku!"

"Seorang samurai tidak perlu alasan untuk mengambil tindakan, Jika sesuatu perlu diselamatkan, yang harus kau lakukan adalah ambil pedangmu.."

"orang bodoh dengan jalan bodoh mereka.. memiliki kekhawatiran bodoh mereka sendiri."

"Mungkin sulit jika dilakukan sekarang, tetapi hal buruk pasti datang belakangan.Tetap berpikir bahwa kamu akan baik-baik saja."

"Akhir cerita manga mungkin selalu sama, namun berbeda ketika itu adalah hidup, baik kamu maupun aku bukan hanya semata mata pembaca biasa, kita adalah penulis nya, kita dapat merubah akhir ceritanya."

[cerita] fairy tail: hadiah


“Erza, aku menyukaimu.. Maukah kau menjadi pacarku ?” tanya Jellal seraya berlutut di depan seorang gadis berambut merah.

Gadis berambut merah bernama Erza itu mengangguk pelan. Erza mengulurkan tangannya ke tangan Jellal.

“Berdiri kau..” ujar Erza lembut.

Tangan Jellal langsung melingkar di pinggang Erza.

“Hey, bro..” panggil seorang anak laki – laki berambut merah muda[wakakakakak]seraya mengibaskan tangannya ke depan wajah Jellal.
“Hah ?” sahut Jellal.

Anak laki – laki tersebut menghela nafas sedangkan temannya yang lain tertawa.

“Jellal.. Kamu tuh ngelamunin siapa ? Apakah Erza kurang buatmu ?” tanya anak laki – laki berambut merah muda tadi.
“Diam, Natsu..” gumam Jellal.
“Hey, wajah Jellal memerah !” goda Natsu.

Jellal meninju bahu Natsu.

“Aduduh.. Sorry bro..”

Yang lain tertawa.

“Bro, kamu udah berapa lama sama Erza ? Gak bosan ?” tanya seorang anak bernama Gray.
“Heh ?” sahut Jellal lagi.
“Bro, kamu kenapa sih ? Kesambet ? Atau jangan – jangan..” Gray berkata dengan nada curiga.
“Kamu mikir jorok tentang Erza ya ??” teriak Natsu.

Teriakan Natsu berhasil membuat seluruh kelas menoleh ke mereka. Wajah Jellal makin memerah karena marah sekaligus malu. Bahkan ia bisa mendengar bisik – bisik para gadis.

“NATSU !! SEKALI LAGI KAU BERBICARA YANG TIDAK – TIDAK, KUBUNUH KAU !!” geram Jellal.

Erza yang baru masuk terkejut mendengar teriakan Jellal. Erza menatap Jellal dengan penasaran. Jellal yang di tatap seperti itu langsung menunduk karena malu.

“Bro, kamu tahan aja pacaran sama Erza..” bisik Gray.

Jellal mengangkat sebelah alisnya.

“Bro, kamu gak liat ekspresinya tiap hari ? Kayak manekin !” ujar Natsu tanpa basa – basi.

Jellal terdiam.

“Bro, aku yakin dia gak pernah minta cium, peluk ato bahkan bilang aiyy lope yuu kan ?” ujar Gray memastikan.[a/n : Gray 4L4Y XD]

Jellal membatu.

“Terus, bro.. Aku tahu dia gak pernah cemburu sedikit pun walopun kamu sama cewe lain.. Kemaren aku liat lho, kamu nerima coklat dari Mira dan Erza juga kebetulan ada disana.. Dan dia biasa aja pas ngeliat kamu..” tambah Natsu.

Suara Jellal tercekat di tenggorokannya.

Seingin apapun Jellal ingin membantah kedua temannya, ia tahu bahwa mereka berdua mengatakan yang sebenarnya.

“Bro, mungkin aja si Erza punya cowo lain !” cerocos Natsu tiba – tiba.

Rahang Jellal mengeras.

Melihat perubahan ekspresi wajah Jellal, Gray menyenggol Natsu dan berdeham.

“Bro, jangan didengerin.. Kamu kayak gak tau otak udang yang satu ini aja..” ujar Gray dengan nada mengejek. Namun, nada mengejek itu malah terdengar seperti nada panik.

Jellal diam dan berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar kelas.

“Kamu sih..” tuding Gray.

Jellal berjalan dengan tatapan kosong.

“Dia seperti manekin..”

Ucapan seperti itu juga pernah ia dengar dari Siegrain—saudara kembarnya. Bayang – bayang Erza berjalan di dalam pikirannya.

Erza, seorang gadis berambut merah yang baik namun dingin. Jellal tidak tahu benar apa yang ada di balik sikap dingin itu. Sedangkan Erza, tahu semua mengenai Jellal seolah – olah Jellal adalah telapak tangannya[gak ngerti ? sama..].

Erza..

Benar, Erza tidak pernah bermanja – manja seperti pacar – pacar lamanya yang sebelumnya. Dia selalu mandiri.

“Aah, maafkan aku !” teriak Natsu.

Jellal membelalakan matanya melihat tumpahan cairan dari gelas yang dipegang Natsu. Waktu itu, Erza, Jellal, Gray, Lucy dan Natsu sedang membuat majalah dinding untuk lomba antar kelas.

Ketika majalah dinding itu selesai, Natsu secara tidak sengaja menumpahkan minuman di atas mading yang telah mereka buat.

“Bagaimana ini, jika kita ingin membuat lagi.. Bahannya habis sedangkan mading ini akan dipasang besok..” ujar Lucy khawatir.

Natsu menghaturkan beribu maaf kepada Jellal, Erza, Gray dan Lucy.. Apa yang bisa ia lakukan ? Nasi telah menjadi bubur. Erza hanya diam mengamati majalah dinding yang telah basah tersebut.

“Hm.. Aku punya ide..”

Esoknya, mading tersebut menang perlombaan antar kelas.

Jellal tersenyum kecil mengingat kejadian tersebut. Seluruh kelas menyorakinya sedangkan Erza—yang menyelamatkan mading tersebut— hanya tersenyum dari kejauhan.

Benar, Erza selalu dingin dan menyendiri. Erza sangat pintar dan pendiam sehingga beberapa orang menganggap Erza sombong. Padahal, pada kenyataannya.. Erza dengan senang hati akan menolong siapapun yang meminta bantuan—bahkan tanpa diminta bantuan pun ia akan menolong..

“Bagaimana ini ?” panik Kana ketika ia memecahkan vas keramik kesayangan Bu Evergreen.

Sementara siswa yang lainnya hanya bisa melihat dan berpura – pura tidak tahu, Erza langsung menghampiri Kana dan membantu Kana untuk membersihkan pecahan kaca tersebut.

Pada akhirnya, Erza dan Kana dihukum oleh Bu Evergreen.

“Mengapa kau juga bilang kau yang memecahkannya ?” tanya Jellal.
“Setidaknya ia tidak dihukum sendiri, Jellal..” jawabnya.

Jellal berhenti berjalan dan menghela nafas panjang.

“Jellal ?” panggil seseorang.

Jellal mengenal suara itu.

“Erza..”

Erza berjalan mendekati Jellal dan menyelipkan telapak tangannya di dalam telapak tangan Jellal.

Jellal sedikit tersentak akibat kontak mendadak tersebut.

Raut kesedihan tergambar diwajah Erza ketika Jellal tersentak, namun kesedihan itu langsung digantikan dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasa. Erza menarik tangannya kembali.

“Jellal, kau bodoh..” Jellal menjerit dalam hati.

Mereka berdua berjalan beriringan dalam kesunyian.

“Erza..”
“Ya ?”
“Bagaimana kabarmu ?” tanya Jellal.

CANGGUNG~~~~~~~~~~…

Jellal berdeham. Wajahnya memerah. Erza tertawa kecil.

“Aku baik – baik saja, Jellal.. Sekarang beri tahu padaku.. Apa kau sedang bermasalah dengan teman – temanmu ?” tanya Erza.

Jellal langsung menggeleng kecang. Erza tertawa kecil melihat perlakuan Jellal.

“Jangan menggelengkan kepalamu seperti itu..” ujar Erza “bisa saja kepalamu akan copot !” lanjut Erza.

Jellal berhenti menggelengkan kepalanya.

“Erza, ayo ke kantin bersama !” ajak Jellal.

+++

Seorang gadis berambut merah sedang sibuk menata beberapa kumpulan foto yang bertebaran di meja belajarnya.

“Erza, waktunya makan malam…” panggil ibu gadis itu.

Erza langsung keluar dari kamarnya. Semakin cepat ia makan, semakin cepat ia akan kembali ke kamarnya.

Setelah makan malam, Erza langsung kembali ke kamarnya. Berkutat dengan foto – foto Jellal yang selama ini ia kumpulkan.

Hey, apa salahnya mengumpulkan foto pacarmu sendiri ?

Selama berpacaran dengan Jellal, Erza telah mengumpulkan banyak foto Jellal. Entah itu yang ia ambil secara diam – diam maupun sepengetahuan Jellal.

Erza menyandarkan punggungnya di sandaran kursi belajarnya.

“Jellal..” gumam Erza.

Esoknya..

“Erza, apa kamu sudah menyiapkan sesuatu yang spesial untuk Jellal ?” tanya Kana.

Erza mengangguk.

“Erza..”
“Ya ?”
“Pipimu merah !” goda Kana.
“A-apa ?”
“Tidak, aku bercanda..”

Erza tertawa kecil.

Beberapa minggu lagi adalah ulang tahun Jellal—pacarnya selama tiga bulan terakhir.

“Erzaaa~” panggil sebuah suara yang bergelombang(?)dari belakang mereka berdua.
“Hai, Jellal! Oke, aku duluan ya, Erza !” ujar Kana seraya menjauh dari Erza.
“Kana !” panggil Erza.

Jellal melingkarkan tangannya di bahu Erza. Yang seperti ini sudah biasa terjadi, namun..

Erza menyentuh tangan Jellal yang melingkar di bahunya. Senyum malu terukir di bibir Erza.

Jellal terkejut. Ia sudah melompat – lompat seperti orang gila di dalam bayangannya. Erza menyentuh tangannya.. Jellal diam – diam menempelkan bibirnya sejenak ke pipi Erza.

Erza membelalakan matanya. Rona merah muda makin terlihat jelas dipipinya.

“Erza, kamu itu lucu sekali~” ujar Jellal.

Setelah bel masuk berbunyi..

“Broo, coba kamu lihat deh nih cewe, seksi banget kan !” ujar Natsu seraya menyodorkan majalah dewasa ke depan wajah Jellal dan Gray.
“Natsu, jika majalah ini disita aku akan mentertawakanmu..” ujar Jellal dan Gray bersamaan.

Natsu meringis usil. Jellal menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Melihat para gadis yang ada di kelasnya.

Lucy memang pernah menarik perhatiannya. Lucy adalah seorang gadis yang ceria dan suka memakai pakaian ketat kemana pun ia pergi. Benar – benar menunjukkan aset yang ia miliki.

“Jellal, hoy..”

Jellal menoleh ke asal suara.

“Kamu pernah suka ‘kan sama si Lucy ?” bisik Natsu. Jellal mengangkat kedua bahunya.
“Tembak aja, bro.. Dia juga masih single lho..”
“Ditembak nanti mati dong,” sinis Jellal.

Natsu mendengus kesal.

“Bro, aku yakin kamu juga mau nembak si Lucy kan ?” selidik Natsu.
“Enggak lah, aku belum mau masuk penjara,”
“Maksudku mendekati Lucy,” sinis Natsu.

Jellal terdiam. Benarkah ia mau mendekati Lucy ? Ia kan mencintai Erza.

“Aku udah punya Erza,”
“Aku gak pernah lihat Erza bermanja – manja padamu ! Ia selalu dingin, diam, kaku dan blablabla..” gusar Natsu.

Jellal terdiam.

“Kemarin, ia menggandengku,”

Natsu mengangkat sebelah alisnya.

“Apakah itu akan berlanjut.. Berpelukan ? Atau lebih baik lagi.. Sebuah ciuman ?”

Jellal terdiam lagi. Apakah Erza akan memeluknya ? Mungkin Erza terlalu malu untuk melakukannya.

“Bro, udah deketin aja si Lucy.. Kan lumayan, Lucy cantik gitu loh..”

Bayang – bayang Lucy memenuhi kepala Jellal. Memang, Lucy itu cantik.. Tapi, apakah ia akan cocok dengan seorang cewek yang clingy ?

“Bro, aku sama sekali gak bisa cocok sama dia,”
“Coba aja kali..” dukung Natsu.

Kata – kata Natsu yang tadi kembali terngiang – ngiang sebelum Jellal tertidur.

Benarlah, selama dua minggu terakhir, Jellal mendekati Lucy—cenderung menjauhi Erza. Erza yang menyadari sikap Jellal mulai merasa risih. Mengapa Jellal tampak sengaja menjauhi dirinya ? Apakah Jellal sudah tahu soal rencana kepindahannya ?

Suatu hari, Erza memutuskan untuk membuntuti Jellal. Ketika di stasiun, ia melihat Jellal di dalam sebuah toko es krim bersama Lucy. Erza menghela nafas. Mungkin ia memang bosan bersama denganku…

Dua hari sebelum kepindahan Erza, satu hari sebelum ulang tahun Jellal.

“Erza,” panggil Jellal.

Erza menoleh dan tersenyum lembut. Perasaan bersalah kembali merayapi Jellal. Bagaimana mungkin ia tega untuk melakukan ini kepada gadis yang tulus kepadanya ?

“Erza, aku ingin bicara..”

Erza menatapnya.

“Erza.. Aku.. Hmm.. Ehm.. Erza, aku merasa kita berdua tidak lagi cocok..” ujar Jellal cepat.

Erza menarik nafas dalam – dalam.

“Kau ingin mengakhiri hubungan kita ?” tanya Erza.
“Iya.. Maafkan aku, Erza.. Aku telah menyia – nyiakan dirimu,”

Erza menggeleng pelan.

“Aku mengerti sepenuhnya mengapa kau ingin mengakhiri semua ini.. Aku tidak bisa menyalahkan dirimu—sebagian memang salahmu—tapi bagaimanapun juga, awal semua ini adalah salahku,”
“Kau tidak marah ?” tanya Jellal.
“Bagaimana aku bisa marah ?”
“Aku senang aku pernah berhubungan denganmu.. Kau adalah gadis yang sangat baik,”
“Aku juga senang,”

Sebutir air mata meluncur turun dari mata Erza. Dengan cepat, Erza menghapus air mata tersebut.

“Aku tidak apa – apa.. Maafkan aku, Jellal.. Sebagian dari ini semua adalah salahku,”

Sekali lagi, perasaan bersalah merayapi Jellal. Mengapa ia harus melakukan ini ? Apakah ia buta ? Tidakkah ia melihat ketulusan dari Erza ?

“Besok, temui aku di halaman belakang sekolah, tempat pertama kali kita bertemu..”

Esoknya, Jellal datang ke halaman belakang sekolah. Ia mendapati Erza sedang berdiri membelakangi dirinya.

“Erza ?”
“Jellal, aku ingin memberikanmu ini.. Aku tahu aku tidak berhak, tapi aku harap kau menerimanya.. Terlalu sayang untuk dibuang..” jelas Erza seraya menyodorkan sebuah bungkusan kado.

Jellal terkejut.

“Aku tahu, ini hadiah yang terlalu awal.. Tapi, aku tidak bisa memberikannya besok..”
“Mengapa ?”
“Jellal, besok aku akan pindah..”

Jellal termenung. Ia tidak akan melihat Erza untuk jangka waktu yang lama. Entah kapan Erza akan kembali.

“Kau akan kembali kesini ?”

Erza mengangkat kedua bahunya.

“Mungkin.. Tapi, siapa yang tahu ?”

Erza berjalan meninggalkan Jellal yang masih terpaku pada tempatnya.

“Erza,”
“Ya ?”
“Terima kasih..”

+++

Ternyata benar. Para guru telah menginformasikan kepada seluruh murid bahwa Erza Scarlett akan pindah. Pikiran Jellal kembali melayang ke bungkusan kado yang belum ia buka. Kira – kira apa isinya ? Mengapa Erza ingin memberinya itu ?

Sepanjang hari, pikiran Jellal masih terpaku pada Erza. Bahkan ketika teman – temannya yang lain mengucapkan selamat ulang tahun, ia hanya bisa mengulas senyum singkat. Lucy pun ia acuhkan. Ketika bel pulang berdering, ia benar – benar merasa bersyukur.

Ketika sampai di rumah, ia langsung membuka kado dari Erza. Matanya membulat. Ia tidak pernah menyangka Erza akan melakukan hal ini. Erza memberikan Jellal sebuah scrapbook berisi foto – fotonya dan beberapa foto mereka berdua dihias dengan manis.

Ada satu foto ketika ia sedang tertidur di bawah pohon. Ada satu foto ketika ia sedang tertawa terbahak – bahak. Ada satu foto ketika ia tersenyum.. Masih banyak lagi.

Selama ini Erza benar – benar memperhatikan Jellal. Bahkan beberapa dari kumpulan foto itu ada pesan – pesan dari Erza.

Di sebuah foto dimana Jellal sedang merangkul Erza, tertulis pesan..

“Aku selalu mencintainya. Aku harap ia juga mencintaiku ^^”

Atau sebuah foto dimana ia sedang sakit.

“Ia sakit. Aku khawatir. Jellal, jaga kesehatanmu”

Jellal menarik nafas tajam. Selama ini Erza memperhatikan dirinya. Erza selalu mencintainya walaupun tidak pernah ditunjukkan. Erza selalu tulus menyayanginya.

Bodohnya..

Mengapa ia tidak pernah menyadari hal itu ?


repost from : www.fanfiction.net

[cerita] naruto: sahabat musim panas



 Musim panas dua tahun yang lalu , diriku amat sempurna.  Musim panas dua tahun yang lalu, hidupku amat indah. Dan musim panas dua tahun yang lalu, perasaanku mulai terbentuk. Itu semua karna adanya kau di hidupku, karna adanya kau di pikiranku, dan karna adanya kau di sampingku. Aroma musim panas waktu itu, membuatku terpuruk, membuatku tak ingin bertemu musim itu lagi. Suara derik serangga waktu itu, membuatku tak ingin berjalan maju maupun mundur. Kau yang selalu mengubah semuanya, kau yang selalu membuatku berubah. Aku sempat berfikir, apa mungkin aku akan berubah tampa kau disisiku. Mungkin, aku takkan bisa bergerak sama sekali, jika itu terjadi.

~
Musim Panas, 2 tahun yang lalu
              
                Aku kembali, kembali ke musim dimana aku tak bisa menerima sesuatu yang pasti. Aku ingat musim panas waktu itu, aroma musim panas waktu itu, dan suara serangga musim panas waktu itu. Begitu jelas di telingaku, dan begitu menyengat dihidungku. Musim panas yang tadinya ku benci, berubah menjadi musim panas yang ku rindukan. Sangat ku rindukan. Itu semua karna kau, yang datang pada musim panas waktu itu. Dipersimpangan jalan itu, aku tau kau yang begitu indah dimataku. Kau yang begitu bersinar dimataku. Dan kau yang begitu jauh dari mataku. Aku tau itu semua, tapi yang kurasa waktu itu hanya bahagia. Sangat-sangat bahagia.

~

                “ano... gomen, jika kau mencari SMP Konoha kau bisa jalan kearah sana” saat itu, aku begitu lugu. Dipikiranku hanya ingin membantu semua orang dan ingin dekat dengan mereka. Tapi, entah saat itu aku baru saja kelas 2 SMP. Penampilanku juga terlihat sangat-sangat aneh. Rambut merahku yang selalu ku benci ku biarkan memanjang tergerai menutupi hampir seluruh wajahku. Aku berfikir mungkin karna rambut merahku ini, aku dijauhi oleh yang lain. Ya, aku sudah dijauhi dari kelas 1 SMP. Kata mereka aku terlihat begitu mistis. Dan banyak anggapan yang tak benar menyebar keseluruh penjuru sekolah. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Dan sampai saat dia datang.

                “ah, kau juga siswi SMP Konoha kan? Bagaimana kalau kita jalan bersama sampai sana?” itu kalimat pertama yang ia ucapkan, entah seperti angin sejuk menurutku. Seketika aroma musim panas begitu tercium disekelilingku. Ia seperti membawa kesejukan untukku. Aku memandangnya dengan terkejut. Itu pertama kalinya ada yang mengajakku untuk berjalan bersama, entah sudah berapa lama aku tak menemukan kejadian seperti itu.  Mungkin saat itu wajahku sedikit aneh. Tapi, aku yang melihatnya, malah bertambah terkejut setelah melihat ia yang ikut terkejut dengan rona merah dipipinya. Saat itu, angin pelan berhembus diantara aku dengannya. Dan membuat kami sadar akan apa yang telah terjadi. Dengan cepat aku mengangguk setuju dengan apa yang ia tawarkan tadi. “hehe, baiklah~” sambutnya dengan semangat, aku berjalan melangkah berdampingan dengannya. Aku terus menunduk, rasanya suasana seperti ini sangat kaku. Diam-diam aku meliriknya sebentar, dengan wajah cerianya dan tangan yang ia simpan dibelakang kepalanya dan juga rambut kuning cerah miliknya. Ia begitu berbeda jauh dariku. Ia terlihat begitu senang dengan kehidupannya sedangkan aku, aku hanya bisa menikmati hidupku yang suram ini. Bahkan aku ingin sekali berhenti hidup dan kembali hidup dengan wujud yang baru. Aku tak mau dilahirkan seperti ini.

                Entah, apa yang membuatku begitu tak sadar sekian menit, dan aku tersadar saat ia berada tepat di depanku dengan wajah yang cukup dekat dengan wajahku yang tertutup. Aku terkejut dengan sedikit menjauh mundur darinya. Ia hanya tertawa kecil. “kau lucu.... emm..” ia sedikit mendekat kearah jaitan nama diseragamku. “Kushina Uzumaki. Nama yang bagus. Namaku Minato Namikaze” lanjutnya sebari mengulurkan tangannya. Aku terkejut kembali, dengan gerakan cepat aku menyambut uluran tangannya dan melepasnya beberapa detik kemudian. Mungkin wajahku memanas waktu itu, dengan sigap aku kembali berjalan dengan wajah tertunduk. Ia menghampiriku dan menarik tanganku sebentar. Aku terdiam, tiba-tiba saja ia sudah berada di depanku. “cepat bukan? hehe” aku tak bisa berfikir lagi, sejak aku bertemu dengannya aku sering terkejut karna ulahnya yang dadakan seperti itu. Aku hanya kembali tertunduk dan itu membuat wajahku benar-benar tak terlihat, tertutup oleh rambut merahku. “hey, Kushina rambutmu indah.. dan lebih indah lagi jika kau rapihkan sedikit di bagian ini” entah apa yang membuatku terpaku saat itu, seketika hatiku bergerak dengan detak jantung yang benar-benar tak beraturan. Rasanya aku ingin tertawa bebas dan sepuasnya. Tapi apa? yang ku lakukan hanya diam, membiarkannya menyentuh bagian tubuhku yang benar-benar tak ku suka. Ia menyingkirkan rambutku dengan lembut dan juga memberikanku kata-kata yang tak pernah ku dengar sebelumnya. Ia orang pertama yang memuji rambutku. Orang pertama yang membuatku begitu hidup dan mencintai sesuatu yang kurang dariku. Dan kau Minato Namikaze, kaulah orang pertama itu.

~

Aroma musim panas saat itu, sejuknya angin pada musim panas saat itu, tak pernah akan ku lupakan. Walau pun hanya sedetik. Walau pun hanya sekejap mata. Aku tak pernah ingin melupakannya. Bertemu dengannya, membuatku hidup dan tak ingin hilang dari dunia. Ia yang membuatku menyukai musim panas yang ku benci dan ia juga yang membuatku menyukai rambut merahku yang selama ini membuatku terpuruk dan kawatir. Ia terlihat seperti cahaya bagiku. Mulai detik itu, aku tak penah mau pergi dari kenyataan. Berlahan aku mulai menyukai hidupku. Mulai menikmati hidupku, bersamaan dengan rasa ku yang mulai tumbuh. Rasa, entah seperti rasa yang sangat susah di tebak. Dan ku rasa aku tak bisa menahannya saat itu. Pemikiranku yang belum dewasa, membuatku begitu terpuruk dan terlalu terburu-buru. Tapi, saat Minato dihadapanku, aku begitu cepat mengerti bagaimana aku harus bersabar dan berfikir dewasa. Tepat di Festifal SMP Konoha. Semester pertama kelas 3 SMP.

~

“heeh? Minato bertengkar?” “iya, ku dengar dari kelas 3B. Ia tiba-tiba saja memukul salah satu siswa yang memakai kostum mirip paranormal” “apa? paranormal? Apa semua karna Kushina itu yah?” “sepertinya begitu, lihat saja setelah Minato dekat dengannya. Minato sedikit berbeda” “iya,iya.. aku setuju padamu apa ia memakai ramuan untuk Minato ya?” dengan cepat, Aku menggeser mejaku keras dan membuat sekelompok gadis yang membicarakan Minato tadi sedikit tersentak. Aku menunduk dan berjalan keluar. Tak ada yang berani menghentikanku. Dipikiranku, apa karna aku lagi Minato dapat masalah?? Dan itu membuatku ingin rasanya menangis. Ternyata, selama ini aku egois. Tak memikirkan hidup Minato yang berbeda karna kedatanganku. Aku hanya memikirkan diriku sendiri yang bahagia karna ia ada di hidupku. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu.

Aku terdiam melihat kelas 3B dengan dekorasi festifal cafe milik mereka. Aku memandang lurus kearah pintu yang tertutup rapat. Orang yang berbaris untuk menunggu giliran masuk kedalam cafe hanya menyingkir dan membiarkanku menyesak ke barisan depan. Aku mengerti mungkin dengan wajahku yang menyeramkan ini membuat mereka takut. Bagaimana tidak, rambutku begitu berantakan dan dengan wajahku yang banjir akan air mata membuatku dikelilingi hawa gelap. Wajar saja mereka menjauh dariku. Sebelum masuk aku membereskan sedikit rambutku dan membersihkan mataku yang sembab. Dengan ragu, aku membuka pintu didepanku, dan membuat semua orang yang ada didalam sana terdiam. Aku melihat, adegan yang sunggu membuatku sakit. Wajahnya yang begitu kudambakan. Wajahnya yang begitu bersih. Sekarang terlihat begitu entahlah aku tak mengerti. Posisinya, mengangkat kerah seorang siswa berpakaian paranormal dengan rambut merah yang cukup panjang. Aku tau, ia memakai kostum yang sering ku dengar. Tapi, aku tak mengubris itu sama sekali. Aku hanya memandang Minato yang masih enggan melepas tangannya dari kerah siswa didepannya. Ia terlihat sangat marah. Entah, aku begitu ingin marah sekarang. Aku tak habis pikir, apa ini karna ia membelaku lagi? Memang, sebelumnya ia pernah membelaku. Tapi tak pernah terjadi hal seperti ini. Ia selalu bersikap tenang, walau pun lawan biacaranya selalu membuat amarah memuncak. Ia begitu dewasa. Berbeda jauh dengan Minato yang kulihat sekarang.

‘Plak’ sekejap, semua mata tertuju padaku. Ya aku tau, aku begitu nekat bukan? Aku menampar Minato cukup keras. Dan membuatnya melepas genggamannya pada kerah siswa itu. ia memandangku bingung. Detik itu juga, aku menangis. Air mataku mengalir pelan dengan sedikit isakan yang hampir tak terdengar aku hanya bisa diam dan menuduk. “hiks, kau... Minato, kenapa kau seperti ini? ini bukan Minato yang ku kenal. Minato yang ku kenal, adalah Minato yang tenang. Tak pernah seperti ini.. hiks” aku tak bisa berhenti untuk menangis. Rasanya aku ingin teriak. “ku..kushina, kenapa kau..” ia berlahan menyentuh lenganku. Dengan cepat aku menangkisnya. “Kau bukan Minato yang ku kenal. Aku tau Minato,  yang selalu dewasa, yang selalu baik, yang selalu hiks tenang. AKU TAK KENAL MINATO YANG SEPERTI INI!” dengan teriakan terakhirku itu. Semua sedikit mundur dari posisiku. Aku setengah berlari keluar kelas tak bisa ku pungkiri. Aku sangat-sangat kesal dan juga sangat kecewa dengan diriku sendiri. Aku begitu bodoh.

~

Sejak kejadian itu, seminggu berturut-turut aku dan Minato tak pernah berkomunikasi. Hidupku kembali seperti dulu. Kembali suram. Aku lewati terakhir musim semi itu. Dengan penuh kebingungan. Aku tak tau harus bagaimana, apa ini yang akan terjadi jika Minato pergi? Semenjak bertemu dengannya, aku tau apa tujuanku untuk hidup, aku mulai mempunyai cita-cita. Dan cita-cita itupun hanya bisa terwujud karna ada dirinya. Tapi, dengan keadaan seperti ini apa aku bisa menggapai cita-citaku. Cita-citaku sederhana, aku hanya ingin dia melihat. Melihat dimana aku akan mendapatkan sahabat tampa bantuannya. Hanya itu, yang ku cita-citakan hanya itu . Aku ingin ia melihatnya. Dan akhirnya, saat itu aku bertemu lagi dengan Musim yang pernah membuatku bahagia. Musim yang selalu ku nantikan. Musim Panas pun datang dengan kejadian yang tak pernah ku duga. Tepat di persimpangan tempat kami bertemu.

~

Aku berjalan malas, dengan penampilanku yang biasa aku menenteng tas jijnjing biru milikku. Aku mendongak, melihat awan cerah menginjak hari pertama musim panas. Aroma ini, sama seperti aroma disaat aku bertemu dengannya. Bertemu dengan Minato Namikaze.

Angin berhembus pelan melewatiku. Tepat di persimpangan, aku melihat sesosok pemuda berambut kuning cerah yang sedang berdiri membelakangiku. Ia terlihat sedang menikmati panasnya hawa saat ini. Dengan tangan yang ia simpan dibelakang kepala. Ia terus mendongak dengan tas yang ia taruh di samping. Aku tau itu siapa. Tapi, apa yang harus kulakukan sekarang? Menyapanya? Oh mungkin tidak. Atau melewatinya saja? Tapi, kalau seperti itu. Apa ia akan tersinggung? Mungkin, aku harus melewatinya saja.

Saat itu, aku memang bodoh tak berfikir apa yang akan terjadi nanti jika aku hanya berpura-pura tak kenal padanya. Tapi, kenyataan berbeda. Tepat saat aku melewatinya. Tanganku tiba-tiba saja digenggam olehnya. Sangat erat. Aku terdiam, walau tak memandangnya sama sekali. Aku tetap membelakanginya. Selang beberapa detik, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Sampai akhirnya aku tersadar dengan keadaan terkejut. Ia tiba-tiba memeluku dari belakang. Dan berbalik mendekapku sangat erat. “Kushina, maafkan aku. Aku tau saat itu aku tak bisa menahan lagi diriku. Saat itu, memang bukan aku yang kau kenal. Tapi, percayalah aku selalu berusaha untuk tetap jadi diriku yang kau kenal. Aku ingin jadi apa yang kau mau. Aku tak memikirkan hal yang lain. Aku tak peduli yang lain. Yang ku pikirkan hanyalah kau. Hanya kau Kushina” aku percaya, sangat percaya. Saat itu, untuk pertama kalinya aku melihatya menangis. Ia mendekapku begitu erat sangat-sangat erat. Aku hanya diam, membiarkannya mendekapku begitu lama. Yang ku bisa lakukan hanyalah itu. Semua yang diucapkan Minato, itu semua memang keinginanku. Tapi, apa itu tidak terlalu egois? Aku sama saja mengekangnya. Tapi, bukankah dia baik-baik saja dengan hal ini? aku tak bisa berfikir saat itu. sampai akhirnya aku tersadar akan rasa yang tumbuh dihatiku. Aku tau, aku memang susah untuk menyadarinya. Tapi, aku yakin mungkin ini yang dinamakan rasa suka. Aku sangat menyukai Minato.

Dua hari setelahnya, aku mendapat email dari Minato. Ia mengajakku untuk bertamasya ke taman kecil di ujung kota. Ku dengar taman itu begitu indah. Akhirnya dengan cepat aku menyetujuinya. Dan saat itu aku lebih dulu berada di tempat yang kami janjikan. Aku sudah berjanji pada diri sendiri. Aku akan membuat Minato terkejut setelah melihat penampilanku yang berbeda. Rambut merahku ku jepit pinggir agar membuat wajahku terlihat. Dengan dres putih kebanggaan milikku dan jiuga tas selempang berwarna biru muda. Selang beberapa menit. Aku melihat rambut jabrik berwarna kuning cerah itu. Itu pasti Minato. Ia terlihat terburu-buru menghampiriku. “huh, maaf Kushina. Aku telat” aku melihatnya yang begitu kelelahan. Dengan sigap aku memberinya sebotol air mineral “terima kasih” ia yang menunduk akhirnya mendongakkan kepalanya dan melihat kearahku yang sedang tersenyum. Dengan cepat aku melihat ke arah lain. Sedangkan Minato ia hanya berdiam diri melihatku tampa berkedip. Entahlah aku tak tau apa yang dipikirkan Minato saat itu.

Tak lama, akhirnya kami putuskan untuk berjalan mengelilingi taman saja. Kami sedikit berbincang-bincang. Walau tak begitu masuk akal. Tapi, ada sesuatu yang selalu ku ingat waktu itu. “Kushina, kau cantik hari ini” saat itu aku hanya tertawa kecil “sungguh, sebenarnya aku hanya iseng saja menata rambutmu waktu itu. Tapi ternyata kau benar-benar melakukannya” aku terdiam. Sekarang malah aku yang tak bisa berkata apa-apa. Jadi, dulu itu ia hanya iseng saja? “tapi, benar.. kau memang cantik seperti dugaanku. Eto... Kushina” aku menoleh, melihat wajahya yang terlihat murung. Entah apa yang ia kawatirkan. “aku ingin membuat janji padamu” aku mengerutkan kening pelan. “janji seperti apa?” jawabku. Walau mungkin sedikit gemetar. “aku ingin kau berjanji padaku jika aku pergi, kau akan tetap melangkah kan?” aku terdiam. Detik berikutnya aku hanya tersenyum kecil. “ya, aku akan tetap melangkah” kulihat Minato tersenyum. “dan, disaat aku kembali kau akan mengenalkanku dengan sahabat barumu kan?” ia kembali bertanya. “tentu, aku akan mengenalkannya padamu” rasanya aku ingin tertawa waktu itu. Kami seperti anak kecil yang sedang membuat janji. “em.. kau juga boleh meminta apa saja dariku” sambungnya pelan dan mungkin aku sedikit melihat rona merah di pipinya. Aku mengangguk “baiklah, aku hanya ingin. Kau berjanji tidak akan pernah meninggalkanku” ucapku singkat. Minato mengangguk paham. Ia begitu semangat. “Baiklah, aku tak akan pernah meninggalkanmu sedetik pun” aku terkekeh kecil.

~

                Aku tak mengerti, mengapa dunia ini begitu kejam. Kenapa dunia ini begitu tak mengizinkanku untuk bahagia. Aku tak mengerti dunia ini. Dunia ini sungguh rumit. Musim Panas waktu itu adalah musim panas yang terakhir untukku dan Minato. Esoknya aku mendengar kabar yang benar-benar tak bisa ku terima. Ia melanggar janjinya. Ia pergi meninggalkanku. Meninggalkan semua aroma musim panas yang kucintai waktu itu. Kenapa Minato setega ini meninggalkanku? Jadi, kata-kata “jika aku pergi” saat itu. Kau begitu memikirkannya? Mengapa aku sebodoh ini? aku menganggap itu adalah janji dua anak kecil yang tak tau apa-apa. Kenapa semua begini?

 Dan sampai sekarang, berselang lima tahun ini. Aku tak bisa dengan mudah menerima semuanya. Kecelakaan musim panas itu membawa aroma Minato kearahku. Membuatku ingin menangis dan pergi menemuinya. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ku lakukan sama dengan disaat aku di peluk erat olehnya waktu itu. Aku sungguh tak mengerti. Aku terus berfikir, aku akan terus berjalan. Aku akan terus menepati janjiku padanya. Walaupun ia tak bisa menepati janjinya padaku. Tapi, aku akan terus berjalan, aku akan dapatkan sahabat. Aku akan menemukannya dan mengenalkannya padamu saat kau kembali nanti.

~
                Musim panas, musim yang paling ku cintai. Musim yang paling kurindu. Musim yang paling ku sayangi. Hari ini aku akan berkunjung ke rumah Minato. Minato Namikaze. Di persimpangan SMP Konoha. Di taman kecil yang tak jauh dari sana. Aku terduduk menatap kuburan satu-satunya yang berada di sana. Tak bernama, tapi aku tau siapa pemiliknya. Tak terasa 7 tahun berlalu, setelah kejadian yang sungguh membuatku terpuruk. Tapi, membuahkan hasil yang baik seperti sekarang. Hari ini, di hari pertama Musim panas tahun ini. Aku akan menunjukan sesuatu yang harus ku beritahu pada Minato. Ini tentang janji 2 tahun yang lalu.

                “nee~ Minato, sekarang aku berkujung padamu. Sudah 2 tahun terlewati. Aku bisa berubah kan seperti sekarang?” pelan sangat pelan suaraku. Rasanya aku ingin menangis lagi. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan menangis lagi. “huh, kau tau Minato? Aku merindukanmu” entah sepertinya aku akan melanggar janjiku sendiri. Air mataku tak bisa tertahan. Dengan pelan aku mengelus tanah yang berada di hadapanku sekarang. “ano... mi..minato, aku, menepati janjiku kan? Hiks”  “aku, sudah berjalan maju kan? Hiks, disaat kau pergi aku akan tetap maju kan? Hiks” sambungku lagi, aku benar-benar tak bisa berhenti menangis. “ li..lihatlah Mi..minato~ hiks, aku... sudah bisa maju sekarang~ hiks, oh ya.. a...aku ingin menagih janjimu sekarang” entahlah, mungkin aku tak bisa lagi berhenti berbicara sekarang. “kenapa... kau... meninggalkanku? Hiks.. kau, akan kembali kan?” aku tak bisa membayangkannya. Betapa malangnya nasibku. Sungguh, Minato kau segalanya. ‘tiinnn!!’ seketika aku menoleh, segera aku menghapus air mataku. Dan melihat kearah belakang. “Oi!!! Kushina??? Kau sedang apa?” aku tersenyum. Itu Mikoto Uchiha. Oh ya, aku jadi teringat akan satu janjiku yang belum ku beri tahu pada Minato. “aku tidak sedang apa-apa!!! Tunggu sebentar yah~ aku akan segera ke sana!” aku tersenyum. Dan aku pun kembali melihat tanah yang ada di depanku. “nee~ Minato, aku sudah tepati janjiku kan? Lihatlah, itu Mikoto Uchiha. Dia sahabatku di SMA orangnya sangat ramah. Hehe.. ia juga sudah punya pacar namanya Fugaku. Orangnya tampan loh! Tapi, kurasa lebih tampanan kau Minato” pelan, suarauku mulai memelan. Aku tau, pasti bahagia jika Minato masih bisa berada di sampingku. Tapi, aku mengerti Minato akan selalu ada dihatiku. “Oi! Kushina, cepatlah!” dengan cepat aku kembali menatap kuburan didepanku. Aku pun tersenyum “baiklah, Minato... aku sudah menepati janjiku. Kau juga harus menepati janjimu yah... datanglah kembali, aku akan kenalkan seluruh sahabatku dan aku akan kenalkan mereka siapa kau Minato.. nee~ sayonara” aku tahu, semua takkan ada yang abadi. Aku tau itu, tapi aku tak tau apa mungkin Minato akan kembali. Tapi, aku percaya sekalipun Minato takkan kembali, Minato pasti akan abadi di hatiku. Bersama dengan tumbuhnya rasaku untuknya.

Kau sahabatku di musim panas yang paling terbaik, Minato. Dan aku sangat menyayangimu. Selamat Tinggal.


repost from: www.fanfiction.net

[cerita] death note: bertualang bersama light



Matt sedang BT. Psp-nya eror! Walhasil, dia harus puas dengan hanya menonton televisi, di hari minggu yang suram. Tombol remote ditekan sekenanya. Salah satu channel menampilkan program anak.

"Light The Explorer. Program anak interaktif. Kalian bisa bermain bersama kami!" Sang presenter berbicara.

"Wah, boleh tuh. Asik-asik!" Matt bersemangat. Langsung disambar handphone miliknya. Dengan sigap Matt memencet-mencet nomor yang ada di layar kaca.

Seketika layar menayangkan acara "Light The Explorer", tentunya setelah sang presenter menanyai data diri Matt, dan tentunya lagi Matt memberikan data palsu!

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Teretetettetet…

Light dan L sedang asyik belajar menulis di bawah pohon yang rindang.

"Apa yang sedang kau tulis Light?" L ingin tahu. Lidahnya tak berhenti menjilati lollipop besar yang sejak tadi ada di genggamannya.

"Aku sedang menulis nama penjahat di bukuku ini!" Jawab Light dengan antusias. Satu persatu penjahat kelas bandeng (males kelas teri mulu) tumbang karena serangan jantung.

L terkesima melihat aksi Light. Sesaat lidahnya berhenti menjilat. Namun, itu tak berlangsung lama. Rutinitasnya kembali lagi. Dengan semangat, panda peliharaan Light mulai mengunyah permen jelly yang telah disiapkan.

Ketika sedang asyik-asyiknya menulis, terlihat ada sesuatu bergerak di balik semak belukar. Light dan L tak menyadari kedatangannya. Dengan sigap, Detnot telah beralih tangan.

Light dan L terkejut bukan kepalang. Dilihatnya sesosok pemuda tampan, dengan bekas luka bakar di wajah, tersenyum iblis ke arah mereka.

"Mello jangan mencuri,, Mello jangan mencuri,, Mello jangan mencuri!" Light dan L spontan mengacungkan telunjuk mereka ke arah Mello.

"Ow,,terlambat! Coklat ini milikku,,,nyeh nyeh nyeh!" Mello tersenyum laknat lalu berlari meninggalkan Light dan L yang masih kebingungan.

"Dia mengira buku hitam itu sebagai batangan coklat besar, Light!" L mengomentari. Raut muka L terlihat sedih.

"Tenang L" Kini Light memegang erat pundak L. Wajah mereka makin mendekat. Gelagatnya gak enak benar, Light dan L hendak berkisu-kisu ri.

Mendadak bakiak melayang dari langit mengenai kepala Light. ("Woi, ini program anak-anak, tak ada adegan macam gituan" author kalap). Light dan L tersadar, dan mencoba memendam hasrat mereka. ("Bangke nih, author!" begitulah pikir mereka.)

"Kita akan menemukan buku detnotnya, L. Maukah teman-teman membantu?" Light menyapa penonton. Hening sejenak.

Ya tentu! (suara Matt sweatdrop)

"Baiklah. Mello telah mencuri detnot saya, sekarang kita akan mencari tempat dimana kira-kira Mello menyembunyikannya." Light berpikir. Hening lagi.

"Apa yang kita perlukan ketika kita mencari tempat?" Light menggurui.

"Near!!" L menjawab.

"Ya benar. Ayo, bantu kami memanggil Near!" Light girang.

Near! (Suara Matt)

"Lebih keras!" Light ngomporin.

Near!!! (Suara Matt lagi!)

"Kurang keras!" Light bersemangat

NEARRR!!!(Kali ini Matt pake toa).

Tiba-tiba muncul Near dari dalam ransel Light. (Hii,serem ya? kayak jin iprit perasaan?!)

Near muncul dengan berpiyama dan memegang robot-robotannya.

"Kalau kau mencari tempat, akulah orang yang tepat, aku Near, aku Near, aku Near

Kalau kau mencari lokasi, akulah yang dicari, aku Near, aku Near, aku Near, aku Near.

Aku Near, aku Near, aku Near, aku NEAR!!!" (Mampus copy paste tulisan 'aku Near')

"Light dan L sedang mencari detnot mereka. Bisakah kalian membantu mencari bukunya?" Near menyapa penonton.

Terlihat Near mengeluarkan sesuatu dari kantong piyamanya. Sebuah monitor besar berhasil dikeluarkan. Monitor tersebut tersambung ke satelit untuk melacak keberadaan Detnot.

Dengan perbesaran delapan kali, gambar kini terfokus ke hutan rimba. Near mulai memencet-mencet keyboard yang ada di depannya. Seketika satelit menampilkan warna siluet. Gambarnya menjadi berwarna-warni.

"Aku telah mengatur program satelit untuk menyeleksi material yang terkandung dalam setiap benda dengan prinsip pemantulan cahaya. Detnot memiliki warna hitam pekat dan berbentuk kotak. Bisakah kalian membantu?"

Matt bingung. Si Near ga kira-kira. Ini kan program anak-anak! Meneketehong! Tapi clue-nya gampang tuh! Warna hitam pekat dan berbentuk kotak!

Disitu (Kini Matt menjawab!)

Kursor bergerak ke arah benda hitam pekat.

"Warnanya memang hitam pekat, tapi bentuknya bukan kotak! Itu berbentuk seperti lingkaran! Benda itu hanyalah sekumpulan awan yang tak bisa dikalkulasikan oleh satelit, sehingga nilai pixelnya tidak diketahui!" Near menjawab.

O iya ya, gw kan ga lulus matematika bab bangun ruang di Wammy house. Modar! Nu mana nya? (Matt meracau)

Disitu (Dengan nyontek buku matematika, akhirnya Matt menjawab).

"Ya, betul!" Near meloncat girang.

Matt ngelus-ngelus dada. Akhirnya…

"Mello mengubur detnot milik Light di dalam hutan. Untuk mencapai tempat itu Light dan L harus melewati jembatan, sungai, lalu hutan rimba. Katakan bersama-sama.

Jembatan, sungai, hutan rimba. Jembatan, sungai, hutan rimba. Jembatan, sungai, hutan rimba!!!" Tiba-tiba Near masuk lagi ke dalam ransel Light. (Widih, ngetiknya aja gw merinding disco!!).

"Jadi kemana kita berjalan?" Light bertanya.

"Tuh orang oon apa ya?udah diulang tiga kali noh! O iya, ini kan program anak-anak. Sabar, sabar! (Matt ga jadi nyambit TV-nya).

Jembatan (Matt menjawab).

"Mari kita ke jembatan!" L bersemangat.

" Ayolah kawan, ayo semuanya. Kita mulai berjalan, ku tahu engkau pasti bisa. Kemana kita berjalan? Ke jembatan. Kemana kita berjalan? Ke jembatan. Kemana kita berjalan? Ke jembatan!" Light nyanyi gaje. L jumpalitan. (Persis monyet Dora pas di Dora The Explorer).

Tak lama mereka sampai juga di jembatan. Disitu mereka bertemu Ryuk.

"O ow.." Light berlagak panik.

"Khu khu khu..bila mau melewati jembatan ini berikan satu apel dulu kepada ku!" Ryuk melotot hingga bola matanya hampir keluar dari sarangnya.

"Mmm..bisakah kalian membantu kami mencari buah apel?"

Tiba-tiba di depan Light terlihat bermacam-macam buah.

Yang mana ya buah apel? Duh, jarang makan apel nih! Seringnya makan buah bernuk…(Jantung Matt dagdigdug duer). Dibuka laptop miliknya.

Matt mencoba browsing segala bentuk buah apel. Beberapa tampilan buah apel Matt perhatikan, lalu mencocokkannya dengan yang ada di layar televisi.

Yang itu! (Matt berkata yakin!)

"Ya, betul!" Kali ini L yang berkata girang. Buah apelnya langsung dimakan Ryuk dengan rakusnya!

"Mmm..nyummy! Mau lagi dong!!" Ryuk mempersilahkan Light dan L lewat setelah dapet jitakan dari Light.

"Kita berhasil! Setelah ini kemana kita berjalan?" Light dan L beku.

mm..kemana ya? Duh lupa euy. Abis jembatan…sungai?

Sungai ( Matt menjawab)

"Ya betul. Ayo kita berjalan!" Light mulai bernyanyi (lagi?)

" Ayolah kawan, ayo semuanya. Kita mulai berjalan, ku tahu engkau pasti bisa. Kemana kita berjalan? Ke sungai. Kemana kita berjalan? Ke sungai. Kemana kita berjalan? Ke sungai!!" Suara Light serak. Udah ngabisin satu album tuh.

Tak lama mereka sampai juga didepan sungai. Disitu Light dan L dicegat Beyond Birthday. Matt panik, takut L dimutilasi.

"Khu khu khu..kau tak bisa menyebrang semudah itu!" Beyond tersenyum sinis.

"Untuk melewati sungai ini, kalian harus menghitung mayat yang berhasil kumutilasi dan dibuang ke sungai!" Beyond emang psyco. Ini kan program anak-anak!!

"Apakah kalian bisa membantu kami berhitung?" Light berkata datar.

Mulut Matt jatuh ke lantai. Wadefak! Matt hanya geleng-geleng.

"Mari kita berhitung" L jumpalitan.

"1….'terlihat potongan tangan ngambang'"

"2…'tungkai bawah ngambang'"

"3…'kaki kanan ngambang'"

"4…'kepala buntung ngambang'"

Hoek…Matt berlari ke kamar mandi. Isi perutnya keluar semua. Sialan si Beyond! Ini mah bukan belajar berhitung, tapi belajar membunuh. Setelah ber-hoek ria, Matt kembali ke ruang tengah.

Ya, telat deh! Acara berhitungnya udah nyampe 10. Ga kebayang bagian tubuh mana aja tadi yang udah terekspose.

"Kita berhasil! Setelah ini kemana kita berjalan?" Light dan L bertanya.

Waduh, akibat muntah tadi isi otak juga keluar semua. Kemana ya abis ini? (Matt bingung). Selagi Matt bingung mengingat-ingat, acaranya terpotong iklan.

Nyeh nyeh nyeh, takdir baik memang selalu berpihak padaku! Matt tersenyum laknat.

Dengan cekatan matanya langsung beralih ke monitor satu yang ada di sampingnya. Monitor satu menampilkan hasil rekaman cctv di ruangan tengah.

Matt mencoba mempreview program acara Light The Explorer yang sempat terekam. (Beuh, repot amat ya?). Sementara layar masih menampilkan iklan…

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Terdengar perbincangan hangat di telepon seluler antara L dan Soichiro. L dah kebelet pengen ngedenger suara kekasihnya.

"Hallo, Light ada, Om?" Suara L diimut-imutkan.

"Ada, dari siapa ya?" Soichiro yang udah pikun dan keriput mulai bertanya.

"L, Om!"

"M?"

"L!!"

"N??" Soichiro masih bego.

"L, Om. L, L, Linda!" L mencoba mempertegas vokal 'L'.

"Oh Linda. Kok suaranya kayak laki-laki?"

"HWAAAAAAAA!!!!" Stress. L membanting ponsel. Soichiro serasa tersambar petir mendengar teriakan L. Sakit jantungnya kumat seketika.

Ada break ada CitCat!

(plesetan dari Kitkat, coz takut disuruh bayar property.)

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Acara dimulai lagi…

"Jadi kemana kita berjalan?" Light gagu.

Aha, hutan rimba! (Matt menjawab puas).

"Ya, ayo kita berjalan!" Light berjalan riang.

"Ayolah kawan, ayo semuanya. Kita mulai berjalan, ku tahu engkau pasti bisa. Kemana kita berjalan? Ke hutan. Kemana kita berjalan? Ke hutan. Kemana kita berjalan? Ke hutan!!" Sekarang L yang bernyanyi, berhubung suara Light udah abis.

Tak lama mereka sampai juga.

"Mello mengubur detnotnya di dekat pohon besar. Kamu tahu mana pohon besar?"

Disitu (Matt berkata mantap)

"Ya, betul. Ayo kita gali!" Light dan L berubah profesi jadi kuli. Dengan semangat empatlima mereka mulai menggali tanah. Lalu…jengjengjeng. Buku detnot udah berada di tangan Light.

"Yeiy, kita berhasil!" L melompat.

"Berhasil, berhasil, berhasil, hore! Kita berhasil memberi Ryuk apel yang merah. Berhasil, berhasil, berhasil, hore! Kita berhasil menghitung mayat yang Beyond mutilasi. Berhasil, berhasil, berhasil, hore! Kita pergi ke hutan, dan berhasil menggali detnot. Berhasil!" Masih L yang nyanyi. Light tobat, berhenti jadi biduan. Sementara L masih aja goyang patah-patah.

"Bagian mana yang kalian suka?" Light bertanya.

Ngasih apel Ryuk kali ye..Lagian siapa coba yang suka ngitungin jumlah mayat hasil mutilasi..(Matt merutuk).

"Aku juga suka!" Light sotoy.

"Baiklah, sampai jumpa di petualangan selanjutnya. Dadah!" L tersenyum sambil jumpalitan lagi.

Ssiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing…………

Matt lemes. Benar-benar gaje tuh acara. Pikirannya masih melayang, tak sadar ponsel pribadinya bergetar dari tadi.

"Eh, siapa ya?" Begonya kumat lagi.

"Mello…ngng..perasaan pernah kenal deh. Sebelas kali panggilan tak terjawab?" Dengan muka linglung Matt menerima panggilan.

"Hallo?"

"MATTTTTT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" Mello kesetanan.

"Kemana saja kau? Dasar bodoh! Kenapa Mr. Aizawa dan Misa ada disini?" Suara di seberang terlihat sangat gusar!

"Hoe?" Otak Matt muter. Mr. Aizawa? Misa? Tak lama otaknya konek. Matt terperanjat, Berusaha bangun dari mimpi.

Matt kan ditugaskan mengamati markas penyelidikan untuk kasus Kira. Modar!!

"MATTTTTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!" Mello berniat memakan Matt kalau saja anak itu ada didepannya sekarang.

The End

repost from: fanfiction

[cerita] naruto: antara penelitian dan tuhan


Konoha, abad XXII—

Ketika segala sesuatu yang berhubungan dengan magis dan mukjizat mampu dipatahkan oleh ilmu pengetahuan. Kitab-kitab suci hanya dianggap sebuah kumpulan omong kosong buatan penyair gila, Tuhan telah kehilangan namanya di dunia ini, dan manusia benar-benar menyadari jika dia sempurna.

Seorang professor yang begitu memercayai kehebatan dalam dirinya kini berjalan memutari meja tiap mahasiswanya, kedua tangannya tenggelam dalam saku jas laboratoriumnya, matanya menelisik tiap-tiap ekspresi mahasiswanya yang kini menatapnya aneh—dia tahu itu, mungkin karena bahan pembicaraannya ini melenceng jauh dari teknologi hibridoma yang baru ia praktekkan di depan tadi.

"Mr. Naruto—"

"Ya, Profesor?"

"Kau seorang yang beragama bukan?" Uzumaki Naruto mengangguk dengan mantap tanpa ragu. Rambut pirangnya bergoyang-goyang karena ulahnya, "kau percaya dengan Tuhanmu?" Pria barat itu mengangguk lagi namun kini dengan ekspresi meyakinkan. "Apakah Tuhan-mu baik hati?" Naruto mengangguk lagi sekarang dengan kata-kata meyakinkan. "Dan apakah Tuhan-mu sangat kuat dan bisa melakukan apapun?"

"Tentu, tentu, tentu saja, Profesor."

"Adikku meninggal karena kanker meski ia berdoa pada Tuhan. Kebanyakan dari kita pasti membantu seseorang yang sedang sakit bukan? Tapi Tuhan tidak. Jadi Bagaimana kebaikan dia?"

Naruto Uzumaki terdiam. Ia merenung. Dan professor Orochimaru menikmati permainan yang baru dibuatnya. "Baiklah kita berpindah, nona Hyuuga, apakah Tuhan baik?" Hinata mengangguk namun agak pelan—dia ragu? Jelas tidak! Dia adalah seorang yang fanatik terhadap agamanya. "Apakah setan itu baik?" Hinata mengangguk dengan kepastian. "Lalu… berasal darimana setan itu?"

Hinata tercekat. Ia memaksa menelan ludahnya sendiri, "dari… Tuhan."

"Dan kejahatan ada dimanapun benar? Dan Tuhan menciptakan apapun, begitu?" Hinata mengangguk lagi, tetapi ada penyesalan mendalam setelah itu, "jadi siapakah yang menciptakan kejahatan?" Tak ada yang menjawab, bahkan kini Hinata bungkam, Orochimaru semakin menyeringai kini, "baiklah kini aku akan bertanya secara global pada kalian semua—"

"Apakah ada imoralitas, kebencian, keburukan, dan penyakit di dunia ini?" Sama sekali tak ada yang menjawab, tetapi Orochimaru tahu pasti jawaban mereka, "siapa yang menciptakannya?"

"Tuhan menciptakan lima panca indera bukan? Tetapi apakah kalian pernah melihat, mendengar, mencicipi, merasa, dan mencium Tuhan?" Orochimaru melempar lengannya pada meja Uchiha Sasuke hingga bangku itu bergeser dan berdebrak cukup keras.

"Sayangnya tidak, Profesor."

"Namun sebagian besar dari manusia masih memercayainya, padahal secara empiris, protokol yang dapat didemonstrasikan, dan sains menyatakan bahwa Tuhanmu tidak ada. Dan inilah masalah utama ilmu pengetahuan—iman."

Seluruh murid terdiam, jam pelajaran akan segera berakhir beberapa menit lagi, tetapi Orochimaru sepertinya belum puas dengan doktrin yang telah ia sampaikan. "Kau tahu, Nak, dulu—semua hal yang mustahil bisa dilakukan kini, dan mungkin apa yang dilakukan Tuhan bisa segera kita lakukan juga sepuluh atau seratus tahun lagi. Dan jika itu terjadi Tuhan akan kehilangan tugasnya—

"Dia terbukti tak ada. Bisa saja Tuhan adalah omong kosong yang dibuat spora-spora di angkasa sana, bukan? Cepat atau lambat ilmu pengetahuan akan menghancurkan dirinya—"

Kringg…

Bunyi bel nyaring mengakhiri doktrin gila itu.

Uchiha Sasuke berjalan cepat memecah jalanan yang becek. Tetesan air hujan yang membasahinya tak ia pedulikan, begitupun dengan rambutnya yang lepek, atau buku-buku dalam tasnya, yang ada dipikirannya kini adalah harus segera pulang! Semua orang tahu itu, bahkan penjual kopi keliling di depan kampus Konoha, bahwa Uchiha Sasuke adalah mahasiswa tampan yang begitu menantikan jam-jamnya untuk pulang ke rumah—tepatnya di laboratorium pribadinya.

Pantas saja, kulitnya yang dulu putih bersih kini agak memucat. Orang-orang yang mengenalnya pun tak bisa membayangkan jika Sasuke akan tumbuh seperti profesor Orochimaru yang memiliki kulit pucat sekali, badan kering tak berotot, mata berkantung yang menakutkan, dan… pikirannya yang agak tak waras—karena terlalu lama dengan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Hei, pernahkan kau mendengar jika jarak antara jenius dan gila itu tipis sekali, setipis kertas HVS delapan puluh gram—atau mungkin kurang, dan itulah mereka, Orochimaru dan Sasuke.

"Tadaima!" Sasuke segera mencantolkan mantel pada gantungan di belakang pintu rumah, melepas kaos kakinya yang basah, dan mengelap tubuhnya dengan handuk kering. Kakinya berjalan cepat melewati dua-dua tangga rumahnya, sepertinya ia tak bisa melakukan semua hal dengan santai.

"Kau sudah datang—"

"Profesor?" Sasuke agak terkejut melihat Orochimaru sudah duduk manis di depan meja laboratoriumnya, bahkan kini ia juga sudah memakai jas lab lengkap dengan sarung tangannya juga, "apa yang kau lakukan disini?"

"Meneliti penelitianmu—" Orochimaru mengekstrak tetesan-tetesan air dari tisu yang baru dilapkannya pada salah satu tabung percobaan Sasuke. "Beri aku waktu sebentar."

Sasuke mengangguk dan mengambil pistol partikelnya, ia menembakkan isi pistol itu pada sebuah cawan tertutup transparan yang di dalamnya berisi cairan yang berputar sangat cepat, hampir-hampir cairan itu terlihat seperti angin saja. Ia mengumpat ketika isi pistolnya telah habis. Ia berjalan menuju lemari penyimpanan dan mendesah kecewa lagi, partikel cadangannya sudah habis juga rupanya. Jadi ia harus bekerja keras hari ini, eh?

"Metana, air, ammonia, dan hydrogen, eh?" Orochimaru menjauhkan tabung-tabung reaksi itu dari wajahnya, ia menatap kagum Sasuke, "kau masih mencobanya?"

"Ya, aku percaya teori yang dikemukakan Harlod Urey dan Alexander Oparin, reaksi empat senyawa itu bisa menghasilkan asam amino jika kita beri lecutan listrik 60.000 volt."

"Tetapi di halaman 262 tertulis jika percobaan itu hanya menghasilkan substansi dasar kehidupan—asam amino, butuh waktu jutaan tahun hingga substansi dasar itu menjadi lebih kompleks dan bisa hidup."

"Aku tahu. Maka dari itu aku mencoba menggabungkannya dengan teori relativitas Einstein—"

"Maksudmu?"

Sasuke mengambil pistol partikelnya dan berjalan mendekati Orochimaru sambil memamerkan hasil karyanya. "Peristiwa dilatasi waktu. Waktu yang diukur oleh sebuah jam yang bergerak terhadap kejadian lebih besar dibandingkan terhadap jam yang diam terhadap kejadian."

"Aku membuat asam amino itu bergerak secepat mungkin." Sasuke menatap angkuh dosen yang mengaku memfavoritkannya itu, "secepat kecepatan cahaya, tiga kali sepuluh pangkat delapan."

"Bagaimana bisa? Kau ingat aku pernah membuat jet dengan kecepatan cahaya dan hasilnya aku menghancurkan seluruh bangunan kaca di kota dalam waktu kurang dari satu detik dan… membuat pilot jet itu mati tak berbekas."

Tentu saja Sasuke masih ingat. Ia adalah satu-satunya mahasiswa Universitas Konoha yang diajak oleh professor Orochimaru untuk menyaksikan peluncuran jet tercepat abad ke-22, dan ia juga merupakan saksi mata atas kehancuran kota Konoha setelah jet itu melesat melewati bangunan-bangunan pencakar langit, dan tentu ia masih ingat akan pilot jet yang tak ditemukan dimanapun, mungkin pilot itu mati dan tubuhnya hancur seperti bangunan-bangunan pencakar langit itu.

"Beton pun tak mampu menahan benda yang bergerak secepat cahaya."

"Tapi neutron bisa."

Orochimaru mengerutkan alisnya bingung. Dia mengatakan neutron? Pantas Orochimaru tak melihat mesin kecepatan apapun di sekitar laboratorium Sasuke seperti ratusan mesin silinder yang dulu ia pasang pada jetnya.

"Kau ingat teori atom yang dikemukakan oleh Rutherford dan Bhor? Bahwa inti sebuah atom adalah proton dan elektron yang dikelilingi neutron, jadi kenapa unsur-unsur di dunia ini tidak hancur—atau mempu menghancurkan segala di sekitarnya, padahal jelas tiap unsur memiliki atom dan dalam atom terisi suatu sub-atom yang bergerak cepat sekali."

"Lalu bagimanakah cara kau membuat cairan asam amino itu bergerak secepat yang kau mau, Anakku?"

"Dulu Profesor Hatake mengatakan bahwa sesuatu yang memiliki kecepatan hampir setara dengan kecepatan cahaya adalah proton—jadi jika seseorang ingin awet muda (seperti teori relativitas Einstein tentang dilatasi waktu dan kecepatan), maka dia harus berubah menjadi proton." Sasuke tersenyum sumringah, agaknya ia berterima kasih pada sejumput penjelasan Hatake Kakashi—salah satu dosen di kampusnya yang ia benci dan ia sukai dalam waktu yang sama—mampu menghancurkan kebuntuan Orochimaru.

"Jadi aku mengekstrak partikel beberapa atom, mengambil proton dan neutronnya lalu menyimpannya dalam ini," Sasuke mengangkat lagi pistol partikelnya, "dan menembakkan neutron pada silinder baja ini, kemudian mengisinya dengan cairan asam amino dan menembakkan protonnya lagi."

"Aku juga menerapkan beberapa teori gas ideal—seperti teori Gay Lussac, agar proton bergerak semakin cepat dengan mengatur suhu, tekanan, dan volumenya."

Orochimaru menyeringai, dia merasa dirinya adalah orang yang paling jenius di dunia ini berkat tumpukan nobel-nobel di rumahnya, tapi ia menyadari bahkan ada yang lebih hebat dari dirinya sendiri. Uchiha Sasuke, pemuda tampan sebatang kara yang berusia dua puluh satu tahun.

"Brilliant, brilliant!" Orochimaru memuji dengan pujian yang biasa ia ucapkan pada dirinya sendiri, bahkan ia mengatakannya dua kali pada Sasuke pula, muridnya yang baru ia ajar tiga tahun belakangan, agaknya ia menyesal terlalu banyak memberikan ilmunya pada Sasuke. Benarkah? Seingatnya Sasuke tak pernah meminta jam tambahan diluar jam perkuliahan, bahkan pemuda itu tak pernah bertanya apapun tentang materi kuliah padanya—atau kepada dosen lain (setahunya), apakah mungkin Sasuke mencari sendiri hipotesis-hipotesis tak terbuktinya dan tak dimengertinya sendiri? Tetapi dimana? Internet? Buku-buku di perpustakaan?

Sasuke menyeringai dan mengangguk sopan. Ia berdehem dan akan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda; mengekstrak proton-neutron untuk isi pistolnya.

"Bagaimana kau mendapat pistol itu?" Orochimaru menaikkan alisnya lagi, ia paham pistol itu tak mungkin dijual di pasaran, terlalu mahal. Pistol itu adalah peralatan kedokteran yang biasa digunakan seorang radiographer untuk menerapi penderita kanker misalnya—kemoterapi, ya itu namanya.

Uchiha Sasuke agak lama menjawabnya. Tak seperti biasanya ia menjawab dengan berpikir keras—mengerutkan alis dan mulai meletakkan jari-jarinya di bawah dagu, bukannya ia tak bisa menjawab pertanyaan mudah dosennya itu, tetapi ia agak dilema untuk menjawab secara jujur. Sasuke bukanlah orang yang mudah memercayai seseorang, hidup sebatang kara sejak umur tujuh tahun membuatnya selalu bersikap waspada akan hal-hal yang bersifat pribadi, ia tak terlalu suka jika ada seseorang yang mulai mendekatinya secara batiniah. Cukup sekali ia merasa terpuruk dan enggan hidup di dunia ini karena terlalu dekat dengan orang lain.

"Kau dapat darimana, Anakku?" Tanya Orochimaru memperjelas. Dia merasa pikiran Sasuke sedang melayang kini.

"Aku membuatnya dibantu seorang mahasiswa teknik elektro—Nara Shikamaru, kau tahu?" bohong Sasuke. Ia tak mau mengaku secara terang-terangan jika ia mendapatkannya dari hasil curian di rumah sakit internasional di Konoha. Bisa-bisa ia terkena hukum pidana.

"Ya, beberapa dosen membicarakan dia. Dia jenius tetapi nampaknya malas, begitu?"

Sasuke mengangkat bahunya cuek. Mana ia tahu soal begituan, ia saja tidak kenal dengan Nara Shikamaru, ia hanya asal mengucapkan nama orang itu karena sejujurnya ia juga pernah sempat terpukau dengan kemampuan intelejensi pemuda berkucir tegak—seingatnya itu.

"Jadi setelah kau membuat asam amino dari reaksi antara metana, air, hydrogen, dan ammonia, lalu menyetrumnya dengan listrik berkekuatan 60.000 volt, kau meletakkan cairan asam amino itu dalam tabung silinder berlapis neutron ini—"

"Lalu kau menembakkan proton-proton dalam silinder berisi ini, tetapi sebelumnya kau sudah terlebih dahulu mengatur suhu, volume, dan tekanannya. Begitu?" Sasuke mengangguk takzim dan tetap diam membiarkan Orochimaru mempresentasikan eksperimennya tanpa jeda, "jadi sudah berapa lama usia asam amino ini?"

Sasuke berjalan memutari meja. Membuka salah satu lacinya dan mengambil pena dan secarik kertas buram. Ia menghitung dalam beberapa detik saja, "230.000 tahun."

Orochimaru melotot tak percaya. Secepat itukah?

"Satu proton berputar selama 2,3 tahun per tahun, jadi satu tahun berputarnya dunia ini sama dengan dua koma tiga tahun dunia dalam silinder ini," Sasuke sedikit menambahkan keterangan pada Orochimaru, ia tahu sepertinya dosennya itu agak tidak tahu tentang fisika modern karena bukan bidangnya, ia boleh jago dalam kimia tetapi tidak dalam fisika menurut Sasuke. "Aku menembakkan seratus ribu proton setahun ini sehingga 2,3 dikali seratus ribu berjumlah 230.000."

Orochimaru tak bisa berhenti untuk takjub. Pemuda di depannya ini sudah melakukan eksperimen gilanya sejak setahun yang lalu.

"Aku berencana menembakkan seratus juta proton agar dalam setahun bisa membuat asam amino itu berumur 230 juta tahun. Dan jika saat itu tiba, kehidupan akan terjadi—aku bisa menertawakan Tuhan." Sasuke mencoba menghentikan seringaian puasnya, tetapi gagal, keberhasilannya yang akan datang nanti benar-benar membuatnya lupa daratan, seolah-olah ia akan menembus langit dan memukul Tuhan dan mencemohnya.

"Kau membenci Tuhan-mu?" Orochimaru terkekeh. Ia cukup senang ada satu orang atheis sepertinya di kampus.

"Jangan menambah partikel –mu! Aku bukan seorang beragama—"

"Sejak kapan?"

"Sejak kau masuk dalam kelasku ditahun pertama dan berkhotbah tentang adanya Tuhan."

Orochimaru mengangguk bahagia dan paham. Tentu saja ia ingat betul kejadian itu, hei setiap tahun ia akan berkhotbah yang sama persis, ia takkan bosan menyebarkan ajarannya tentang keeksistansian Tuhan, kematian Yakushi Kabuto karena kanker cukup membuatnya membenci Tuhan dan menyimpan dendam kesumat padaNya. Dan karena itulah, ia berniat membuat Tuhan bersedih—sejujurnya ada dalam dirinya sedikit sekali kepercayaan tentang Tuhan, jadi dengan menyeret seluruh manusia untuk membenci Tuhan dan menolak menyembahnya mungkin akan membuat Tuhan sakit hati dan marah.

Rasakan itu, Tuhan! Kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang kusayangi!

Lima tahun kemudian. . .

Uchiha Sasuke sudah agak tua rupanya. Sudah tumbuh sedikit janggut dan kumis di wajahnya, pipinya makin tirus, kantong matanya semakin menebal, dan dirinya… benar-benar tak terawat! Semenjak lulus tiga tahun secara suma-cumlaude dari Universitas Konoha, praktis ia menghabiskan sepanjang harinya dalam laboratorium, masih sama seperti di universitas dulu—melakukan percobaan tentang kehidupan, nampaknya ia belum menyerah untuk mengalahkan Tuhan.

Dia tertawa terbahak-bahak setelah melihat dalam mikroskop tuanya, ia berlari mencari kalender ke setiap sudut rumahnya namun tak ada yang benar-benar menunjukkan tanggal berapa sekarang. Kesibukan dalam laboratorium membuatnya enggan keluar membeli kalender sepanjang tahun ini, bahkan mengganti baterai jam dan kalender elektroniknya pun tidak, dan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir Sasuke membersihkan dirinya.

Mandi secara bersih, menggosok rambut dan tubuhnya, mencukur setiap bulu di wajahnya, dan… berdandan. Ia akan turun dari kastil gelapnya. Sasuke mengunjungi lagi laboratoriumnya dan menyimpan hasil eksperimennya bertahun-tahun terakhir ini sebelum meninggalkannya untuk pertama kali. Ia tersenyum bahagia. Senyum yang tak nampak tujuh tahun ini semenjak Sakura meninggalkannya. Sakura…

"Sakura, kau akan hidup lagi, kau akan hidup!" Sasuke mengelus pelan silinder sebesar kulkas di sudut laboratorium. Didalamnya Haruno Sakura, kekashinya yang meninggal dalam serangan jantung tiba-tiba, tersimpan rapat. Sasuke memang sengaja menyimpannya dalam tabung yang telah diisi dengan berkubik-kubik es dan campuran cairan nitogen disana, berharap dengan ini sel-sel dan organ dalam tubuh Sakura tetap awet sehingga ia bisa menghidupkan gadisnya lagi.

Ia bersyukur sempat menerapkan teknologi cryonic itu—pengawetan mayat rumit tadi, dalam waktu kurang dari empat menit, sehingga organ-organ tubuh Sakura tidak membusuk karena kekurangan pasokan oksigen selama lebih dari empat menit.

Sasuke kembali lagi setelah berbelanja beberapa bahan makanan, baju, dan kalender, serta peralatan lainnya. Langkahnya semakin cepat dari biasanya, mengetahui jika hari ini adalah hari ulang tahun Sakura—28 Maret, membuatnya semakin bersemangat. Ia bisa mencoba hasil eksperimennya pada Sakura hari ini juga.

Dia mengambil partikel-partikel berukuran mikro dengan sebuah capit dibantu mikroskopnya, meletakkannya dalam jarum suntik hingga partikel bergerak itu berpindah memenuhi ruang jarum suntik. Kemudian dia membuka tabung es berisi Sakura, mengatur temperatur tabung itu hingga es di dalamnya meleleh menjadi air.

Dengan sigap Sasuke menggendong tubuh polos Sakura, menyuntikkan sesuatu pada lengan gadis itu, lalu menidurkan Sakura di atas ranjang kamarnya. Sasuke belum berhenti bergerak, kini ia memasang kabel-kabel dan menyalakan elektrokardiografi, empat menit, empat menit saja Sasuke bisa melihat hasil eksperimennya, lebih dari itu tubuh Sakura akan membusuk dan dia takkan pernah hidup lagi. Masih ingat soal pasokan oksigen untuk tubuh bukan?

Satu menit…

Elektrokardiografi masih berbunyi nyaring, memekakan telinga, segaris lurus menghiasi layar benda kedokteran itu.

Dua menit…

Gelombang-gelombang mulai terbentuk sesekali, tetapi garis lurus masih mendominasi, Sasuke mengepalkan tangannya seraya berkata 'ayo' berkali-kali.

Tiga menit…

Sasuke menatap gelisah arlojinya yang baru diisi baterai itu. Ia hampir putus asa, percobaan bertahun-tahunnya gagal dalam waktu kurang dari empat menit, terbesit keinginan untuk bunuh diri saja, Sasuke sudah muak untuk gagal. Namun, bunyi konstan dan meneduhkan hati membuat air mata Sasuke menetes, lalu munculnya manik emerald membuat jantungnya seolah berhenti.

Sasuke menatap elektrokardiografi dan menemukan gelombang statis disana. Tak ada garis lurus. Tak ada bunyi nyaring memekakan telinga. Hanya ada dada yang naik turun, kelopak mata yang semakin mengerjap, dan….

"Sasuke-kun?"

Sasuke menghamburkan dirinya pada Sakura. Memeluk gadis itu, menciuminya, dan berkata aku rindu berkali-kali. Sesekali ia melirik elektrokardiografi yang masih bergelombang statis, ia bahagia, benar-benar bahagia.

"Kau hidup, kau hidup, Sakura!"

Sakura mengerjapkan matanya tak percaya. Seingatnya ia hanya tidur tetapi tidur yang lama sekali bahkan ia bermimpi berjalan di lorong-lorong panjang. Ia tidak mati.

"Aku disini, Sasu—"

"Dan kau akan selalu disini, Saku."

Kehidupan benar-benar berjalan bahagia setelahnya. Rumah Sasuke yang kerap kali terkenal sebagai kastil menakutkan menjadi berwarna-warni dan menimbulkan decak kagum. Bangunan tua itu tampil artistik dan bergaya, tangan-tangan dan imajinasi nyonya Uchiha membuat rumah itu sering dijadikan background foto bagi pengunjung yang lewat di depan rumahnya.

Lalu, Uchiha Sasuke semakin bersinar sebagai ilmuan, namanya terkenal di penjuru dunia, fotonya terpajang di berbagai media dengan cepat bahkan majalah remaja! Ya memang wajah tampan Uchiha takkan pernah pudar meski terkikis waktu. Dan kehadiran perut buncit Sakura semakin membuat Sasuke merasa hidupnya lengkap.

Pagi ini ia tak henti-hentinya memerhatikan istrinya itu memasak, menyiram bunga, dan… mengelus perutnya sambil berdoa? Sasuke agaknya mulai merasa marah lagi setelah setahun belakangan tak pernah merasakan perasaan itu.

"Apa yang kau lakukan, Sakura?" Sakura agak tersentak dengan kemarahan dalam nada bicara Sasuke. Bahkan kini suaminya tak memanggilnya dengan panggilan sayang seperti biasanya—Saku.

"Berdoa agar putra kita tumbuh tampan dan jenius seperti—"

"Hentikan omong kosong itu!"

"Apa maksudmu?'

"Tuhan tak pernah ada! Dan jangan sebut nama bajingan itu!"

Sakura menutup mulutnya tak percaya seraya mohon ampun atas ucapan suaminya. Ia tahu Sasuke jarang terlihat berdoa di pojokan ketika waktunya berdoa dan ia menganggap mungkin Sasuke sudah beribadah. Namun pernyataan barusan Sasuke membuatnya tahu bahwa suaminya itu seorang atheis. Padahal dulu Sakura sering berdoa bersama dengan Sasuke. Apa yang terjadi dengan Sasuke selama ini?

"Jangan pernah menyebut nama itu atau kau kutampar!"

Sakura hampir menitikkan air matanya, tetapi ia tak mau terlihat lemah meski dihadapan Sasuke, suaminya. "B-bagaimana bisa kau tidak memercayai… Dia?"

"Besok kau akan kuajak ke seminar Profesor Orochimaru dan saat itu kau akan tahu jika Tuhanmu tak pernah ada. Dia hanya omong kosong." Sasuke berlalu dan berjalan keluar rumah dengan membanting pintu.

Sementara Sakura tak henti-hentinya berdoa untuk suaminya dan dirinya sendiri. "Tuhan tolong jangan biarkan Sasuke-kun dan aku membenci-Mu."

Presentasi Profesor Orochimaru tentang penemuan obat untuk para pengidap AIDS dengan menyisipkan plasmid bakteri dalam bakteri pelemah virus HIV benar-benar memukau Sakura. Pengakuan para pasien pengidap AIDS yang kini sembuh berkat teknologi rekayasa genetika Orochimaru juga sempat membuat Sakura menitikkan air mata. Tak ayal Sasuke sering mengelus dan menepuk-nepuk bahu Sakura serta membujuknya agar ia tetap tenang dan menghentikan tangisnya.

Kemudian setelah sesi tanya-jawab dalam seminar itu, Orochimaru kembali berdiri dengan menggenggam mikrofon, entah mengapa melihat gelagat Orochimaru ini membuat tubuh Sakura menegang. Apakah ini saatnya yang dikatakan Sasuke kemarin? Tentang eksistansi Tuhan? Sakura berdoa dalam hati agar ia tak termakan doktrin sinting professor jenius itu, ia mengeja nama Tuhan dalam hati dan memujinya berkali-kali dengan kalimat yang sama.

"Baiklah sebenarnya ada satu hal lagi yang ingin kusampaikan pada kalian. Sebuah tema krusial—

Para pengunjung seminar enggan bergeser sedikitpun, nampaknya masih ingin mendengarkan ocehan pria tua itu. Sakura melihat sekeliling, semua pengunjung terdiri dari para cendikiawan, para mahasiswa berotak encer, bahkan ada wali kota dan para diplomat negara lain!

"Eksistansi Tuhan. Pernahkah terbesit dipikiran kalian jika Tuhan itu tak ada?"

Suasana yang semula sunyi dan fokus kini ramai dengan bisikan-bisikan. Tentu mereka cukup terkejut, ini acara seminar biologi bukan khotbah!

"Baiklah aku akan menjelaskan sedikit. Tidak serumit tadi—jangan khawatir, aku hanya butuh kejujuran kalian dan fokus kalian. Setuju?" Semua audiens kembali tenang. Dan kini Orochimaru berjalan menuruni panggung, menghampiri seseorang yang dikenal Sakura sebagai ibu wali kota Konoha, "Nyonya Tsunade, anda seorang yang beragama bukan?"

"Tentu saja, Tuan." Jawab Tsunade tegas dan tanpa keraguan.

"Anda percaya dengan Tuhan?" Ibu wali kota mengangguk lagi masih tanpa keraguan sedikitpun. "Apakah Tuhan Anda baik hati?"

"Anda berkata seolah Anda tak memiliki Tuhan," pernyataan Tsunade membuat Orochimaru berkata lantang dan berteriak jika ia tak memiliki Tuhan. Cukup membuat ruangan ini kembali gaduh.

"Saya tanya sekali lagi, Nyonya, apakah Tuhan Anda baik hati?"

"Tentu, tentu."

"Dan apakah Tuhan Anda sangat kuat dan bisa melakukan apapun?"

"Tepat sekali, Prof."

"Adikku meninggal karena kanker meski ia berdoa pada Tuhan. Kebanyakan dari kita pasti membantu seseorang yang sedang sakit bukan? Tapi Tuhan tidak. Jadi Bagaimana kebaikan dia?"

Tsunade agak bergidik, ia bungkam, namun ia tak mau terlihat bodoh di depan rakyatnya, "sudah takdirnya ia meninggal."

"Bagaimana bisa kau menjelaskan takdir sementara aku tak memercayai Tuhan?" Tsunade benar-benar kehabisan akal, ia diam dan memilih membuang mukanya. "Baiklah kita coba yang lain, apakah Tuhan baik?" Orochimaru bertanya pada seorang mahasiswa berkacamata pantat botol, mahasiswa itu mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata. "Apakah setan itu baik?"

"Tidak."

"Lalu… berasal darimana setan itu?"

Mahasiswa terlihat jenius itu menimbang dan sedikit ragu mengatakan jawabannya, "dari… Tuhan."

"Dan kejahatan ada dimanapun benar? Dan Tuhan menciptakan apapun, begitu?"

"Ya apapun di dunia ini."

"Ya, ya, apapun, jadi siapakah yang menciptakan kejahatan?" Mahasiswa itu terdiam, ia menunduk dan memilih mengendikkan bahunya tanda menyerah. "Baiklah kini aku akan bertanya pada kalian semua—siapapun bisa menjawab dengan mengangkat tangannya—"

"Apakah ada imoralitas, kebencian, keburukan, dan penyakit di dunia ini?" Serempak para pengunjung berkata 'ada', "siapa yang menciptakannya?" dan sekali lagi mereka menjawab bersama, "Tuhan."

"Tuhan menciptakan lima panca indera bukan? Tetapi apakah kalian pernah melihat, mendengar, mencicipi, merasa, dan mencium Tuhan?" Suasana ruang seminar kembali ramai dengan bisik-bisik. Namun tak ada sedikitpun jawaban terlontar.

"Sayangnya tidak, Profesor." Jawab Sasuke lantang, Sakura berjengit suaminya ikut andil dalam seminar dua arah yang menakutkan ini.

"Namun sebagian besar dari manusia masih memercayainya, padahal secara empiris, protokol yang dapat didemonstrasikan, dan sains menyatakan bahwa Tuhan tidak ada. Dan inilah masalah utama ilmu pengetahuan—iman."

Sakura mengedarkan pandangannya dan hampir menangis memerhatikan tatapan percaya pada sebagian pengunjung seminar kepada Orochimaru. Tanpa disadarinya, Sakura sudah berdiri mengangkat tangan tinggi-tinggi, "Sir?"

"Ya, Nyonya Uchiha?"

"Professor, apakah ada yang namanya panas?"

"Ya."

"Dan apakah ada yang namanya dingin?"

"Ya."

"Tidak, Sir. Tidak ada."

Sasuke menarik tangan Sakura sembari memerintahkanya untuk kembali duduk, dia tahu betul Sakura payah dalam sains. Tiba-tiba Sakura merasa keadaan ruangan ini agak tenang. "Profesor, Anda dapat memiliki banyak panas, bahkan lebih panas, superheat, panas mega, sedikit panas atau tidak panas. Tapi kita tidak memiliki sesuatu yang disebut dingin. Kita dapat mencapai 458 derajat dibawah nol yang tidak panas, tetapi kita tidak bisa pergi lebih jauh setelah itu. Tidak ada yang namanya dingin. Dingin hanyalah SEBUAH KATA yang kita gunakan untuk mendeskripsikan ketiadaan panas. Kita tidak bisa mengukur dingin. Panas adalah energi. Dingin bukanlah kebalikan dari panas, Prof, hanya tidak adanya panas membuatnya. Black pun hanya meneorikan tentang kekekalan panas bukan dingin, begitu?"

"Bagaimana dengan kegelapan Profesor? Apakah ada yang namanya kegelapan?"

"Ya. Apakah malam itu jika tidak ada kegelapan?"

"Anda salah lagi, Prof. Kegelapan adalah tidak adanya cahaya. Anda dapat memiliki cahaya rendah, cahaya normal, cahaya terang, cahaya berkedip. Tapi jika Anda tidak memiliki cahaya terus-menerus, Anda memiliki sesuatu yang disebut kegelapan, bukan? Pada kenyataannya, kegelapan tidak ada. Jika ya, kau akan mampu membuat lebih gelap kegelapan, bukan? Bahkan Stefan Boltzman (pencetus teori radiasi benda hitam) tak mampu melakukannya."

"Jadi apa kesimpulanmu, Nak?"

"Poin saya adalah premis filosofis Anda adalah salah."

"Apa yang cacat? Bisakah Anda menjelaskan bagaimana?

"Anda bekerja pada premis dualitas. Anda berpendapat ada kehidupan dan kemudian ada kematian, Tuhan yang baik dan Tuhan jahat. Anda melihat konsep Tuhan sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang dapat diukur. Sir, Science bahkan tidak bisa menjelaskan pikiran. Kita mengetahui, beberapa teori sains menggunakan listrik dan magnet, tetapi tidak pernah melihat, apalagi sepenuhnya dipahami satupun.

Untuk melihat kematian sebagai lawan kehidupan adalah pengabaian fakta bahwa kematian tidak dapat eksis sebagai hal yang substantif. Kematian bukanlah lawan dari kehidupan: kematian hanya tidak adanya kehidupan. Sekarang katakan, Profesor, apakah anda mengajar mahasiswa yang berevolusi dari kera?

"Jika Anda mengacu pada proses evolusi alami, ya, tentu saja, saya beropini demikian, Nyonya Uchiha."

"Apakah Anda pernah mengamati evolusi dengan mata Anda sendiri, Profesor Orochimaru?"

Profesor menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, mulai menyadari argumen nona Uchiha di depannya.

"Karena tidak seorang pun pernah mengamati berlangsungnya proses evolusi dan bahkan tidak dapat membuktikan proses ini sebagai kenyataan. Bukankah Anda sedang mengajarkan opini Anda, Prof? (—tentang Tuhan) Apakah Anda bukan ilmuwan melainkan pengkhotbah?"

Suasana ruang seminar gempar. Lampu-lampu penerangan semakin dinyalakan dan ruangan terlihat terang dibandingkan tadi. Nampaknya, semuanya ikut penasaran, bahkan Uchiha Sasuke kini mendengarkan baik-baik penjelasan istrinya.

"Apakah ada orang di ruang ini pernah melihat otak Profesor?" Sakura mengatakan dengan nada mencemoh, ada tawa tercipta disuasana yang sempat tegang itu, "apakah ada seseorang di sini yang pernah mendengar otak Profesor, merasakannya, menyentuhnya atau menciumnya? Tampaknya tidak seorang pun telah melakukannya. Jadi, secara empiris, protokol yang dapat didemonstrasikan, dan sains mengatakan bahwa Anda tidak memiliki otak, Prof.

Dengan segala hormat, Profesor Orochimaru yang terhormat, bagaimana kami kemudian percaya kuliah Anda, Sir?"

Ruangan itu hening Profesor menatap Sakura, wajahnya tak terduga, kemudian ia mengangguk dan tersenyum bahagia, ia tak pernah merasa hatinya sepenuh sekarang ini, "saya kira Anda harus memercayai mereka dengan iman, Nak."

"Tepat, Profesor! Hubungan antara manusia & Tuhan adalah KEYAKINAN. Itu saja yang membuat hidup. Tanpa keyakinan hidup ini akan gelap dan dingin."

Profesor Orochimaru menjatuhkan mikrofonnya dan bertepuk tangan, diikuti seluruh pengunjung seminar ini yang ikut-ikutan berdiri dan bertepuk tangan. Bahkan Sasuke juga! Sakura menunduk malu dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Sasuke, menimbulkan gelak tawa atas tindakan wanita yang cepat sekali berubah-ubah.

"Brilliant, brilliant, brilliant!" hei Orochimaru mengatakan tiga kali!

.

.

.

.

"Bagaimana bisa kau menjelaskan semua itu?" Tanya Sasuke setelah ia dan istrinya sampai di rumah selepas dari seminar dan meneguk segelas teh hitam hangat.

"Mungkin tertular kejeniusanmu, Profesor?" Goda Sakura sambil memeluk Sasuke. "Kau percaya Dia sekarang?" Tanya Sakura hati-hati agaknya ia takut akan ancaman tamparan Sasuke.

"Belum," Sasuke menggeleng dan mendongak pada Sakura, "lihat aku bisa membuat kehidupan. Menghidupkanmu lagi."

"Aku tak pernah mati, Sasuke!"

Sasuke menautkan alisnya, "jelas aku melihat jantungmu tak bergelombang di elektrokardiografi dan tak merasakan napasmu."

"Pernah mendengar istilah mati suri?" Sasuke mengangguk, "jika partikel hidup yang kau suntikkan padaku benar-benar nyata mengapa tak kita coba sekarang mempraktekkan pada anjing Inuzuka yang mati?" Dan kini keraguan menyelimuti Sasuke. Benarlah eksperimen bertahun-tahun Sasuke tumbang, tak ada kehidupan yang kembali setelah Sasuke menyuntikan partikel hidupnya pada Akamaru—anjing keluarga Inuzuka.

"Dan apa artinya kehidupanmu setelah sempat mati itu?" Sakura memutar matanya bosan, ia bosan sempat dikira mati.

"Mukjizat."

"Dan bagaimana aku bisa memercayainya, Istriku?"

"Saya kira Anda harus memercayai mereka dengan iman." Sakura tertawa lagi, agaknya aktingnya untuk meniru ekspresi dan perkataab Orochimaru tadi cukup mirip.

"Kurasa aku perlu belajar banyak padamu, Sakura, bantu aku mengenal Tuhan."

Sakura menyeringai dan memberi tatapan mengejek, "tentu saja, Profesor Uchiha!"

"Dan apa namanya guru seorang Profesor?"

"Kau bukan professor lagi, Sasuke-kun, akulah professor! Tak ada professor yang masih belajar pada orang lain!"

"Benarkah? Awas kau! Kuberi pelajaran sekarang juga!" Sasuke menyeringai dan menjilati sudut bibirnya.

"Sasu—AKH!"

END

repost from : fanfiction

[cerita] naruto: madara lol uchiha


Ehm, berikut adalah sebuah Fanfiction yang bergenre "campur-campur". Mulai dari Serius, Action, Horror, Romance, Gaje, Maksa, Mesum, Ngawur, Aneh, dll, pokoknya komplit. Sebuah Fanfiction yang akan menjawab berbagai pertanyaan di benak kita selama ini secara singkat, padat, dan teramat nggak jelas. Tempat berbagai fakta baru tentang naruto (Jangan dipercaya) yang selama ini belum kita ketahui ...
Let's Checkitout!!

Lembah akhir, berpuluh-puluh tahun sebelum cerita dimulai, derasnya air terjun menjadi saksi akan pertarungan dua orang shinobi dari Desa yang sama, Konoha. Yang satu adalah seorang lelaki dari klan Uchiha, terlihat dari lambang kipas yang terdapat di belakang jubah perangnya, Uchiha Madara. Satu lagi tentu saja rival abadinya, seorang Senju yang kala itu sedang memimpin, Hashirama.

Sambil berdiri di atas pepohonan raksasa, Hashirama dengan tubuh penuh luka menatap tajam ke arah Madara. Sementara Madara, ia tampak kelelahan. Nafasnya terengah-engah.
"Haah ... Hah ... Kau ..."
"Maafkan aku, Madara"
Tapp ...
Dengan sisa-sisa chakranya, Hashirama merapal sebuah jutsu.
Whussss ...
Pohon-pohon bermunculan di sekeliling tubuh Madara, menciptakan suatu penjara yang kemudian hendak menyegelnya.
"Sial ... Haahh ..." Madara terkepung.
"Tak ada cara lain, hanya ini satu-satunya yang bisa ku lakukan ..." Pikirnya sebelum kemudian merapal sebuah jutsu.
  
Tapp!!

Hashirama melakukannya, pepohonan yang mengelilingi Madara mulai menekan tubuh yang terkurung di dalamnya. Terus menekan dan semakin menekan.

"Katsu!!!"

Jduarrr!!!
Ledakan dahsyat menyisakan asap yang mengepul ke udara.

Fakta 1 : Hashirama sempat belajar teknik Katsu dari Yoshimori

Hhusssshh ...
Asap dari ledakan tadi mulai menghilang.
Samar-samar, terlihat Madara rebah dengan tubuh yang sedikit hangus.
"Haah ..." Ternyata ia belum benar-benar tewas.
"A-awass kau ...
Ini, belum, berakhir, aku akan membalasnya!!!
Uagghhh ..." Ucap Madara sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

"Haaahhh .. haaah ..." Hashirama rebah, nafasnya semakin tak menentu, tampak begitu kelelahan dan kehabisan chakra.
"Aku, berhasil ..." Kemudian iapun pingsan.

....................

Sementara itu di balik bebatuan, tampak sesuatu tengah terengah-hengah.
"Haha, haah ...
haaah, aku ... Aku lolos" Ucapnya dan kemudian teringat dengan kejadian tadi.

Flasback ...
Sesaat sebelum Hashirama menyegel Madara dengan kayu-kayu Mokuton, ia mengaktifkan sebuah jutsu. Dengan jutsu itu, setengah arwah Madara dapat keluar dari tubuhnya. Dan setengah arwahnya itulah yang kini berada di balik bebatuan.

Fakta 2 : Hashirama hanya membunuh setengah nyawa Madara

"Aku, aku berhasil ...
Bukan hanya berhasil lolos, aku juga mendapatkan DNAnya ...
Haaah, hahh.." Ucapnya masih terengah-engah. Ternyata, arwah juga bisa kelelahan.
"DNAnya telah ku bawa ke tempat yang aman, sekarang yang harus ku lakukan hanyalah mencari tubuh yang baru ...
Yaaah ..." Ia memandangi kedua tangannya. Arwah Madara tampak transparan karena ia belum memiliki wadah.
"Tapi sebelum itu ..." Arwah Madara teringat akan suatu ide.

....................

Di saat yang sama, Tobirama yang sedang mencari kayu bakar tak sengaja lewat di lembah akhir.
"Kakak!????" ia terkaget saat melihat kakaknya pingsan di atas kayu-kayu Mokuton.
"Kakak!!!! Bangun kakak!!!" Ia menggoyang-goyangkan pundak kakaknya.
"To-Tobirama ..." Perlahan sang kakak membuka matanya.
"Kakak, jangan mati kakak!!"
"Ka-kau anak yang baik ...
Akkhh, kau adalah adikku yang paling baik ..."
"Jangan mati kakak!! Hiksss ..." Tobirama meneteskan air mata.
"Tak perlu sampai menangis, uhkk ...
Ikhlaskan saja kalau kakak harus pergi ..."
"Tidak!! jangan pergi kakak!! Hiksss hiksss ..."
"kau itu laki-laki, kau tak boleh cengeng ..."
"Hikss, soalnya kalau kakak nggak ada, itu berarti aku harus mencari kayu bakar selamanya, tidaaak ..." Ucap Tobirama Innocent.
"..."
Gubraaaakk ...
Hashirama pingsan untuk kedua kalinya.

Fakta 3 : Kalau Hashirama tak ada, biasanya sang adik mencari kayu bakar di Hutan

....................

Kembali ke tempat arwah Madara berada. Kini, ia sedang berada di dekat air terjun ...
"Sebelum aku mencari tubuh baru, aku harus memanfaatkan kesempatan ini ...
Fufufu" Senyum mesum terpancar jelas dari setengah arwah tersebut. Di depannya, tampak beberapa wanita sedang berdiri di dekat sungai.

"Huaaaaaahhh ..." Darah merah mulai mengalir dari hidung Arwah Madara saat melihat seorang gadis membuka satu per satu pakaiannya, mulai dari baju, celana, hingga pakaian dalam.
"Uaaaaaahhhhh ..." Arwah yang transparan membuat aksi mengintip level dewanya ini tidak ketahuan.

Fakta 4 : Madara adalah seorang yang mesum

Fakta 5 : Ternyata arwah juga bisa Nosebleed.

"Chiyou-chan, ayo donk, ikut nyemplung bareng ma kita ...
Airnya seger lho" Ajak seorang gadis yang sudah berada di dalam sungai.
"Malu ahh ..." Wajah Nenek Chiyou yang tentunya waktu itu masih muda belia agak memerah.
"Aaaah, nggak asyikk ...
Masa jauh-jauh ke perbatasan tapi nggak mau ikut berenang ...
Enak lho, di Sunagakure mana ada tempat kaya gini" Ajak satu lagi teman wanitanya. Mereka hanya bertiga.
"Ummm ..." Chiyou masih ragu-ragu.
"Tenang aja, nggak akan ada yang ngintip kok ...
Kalau ada biar aku yang memukulnya"
"Tapi-tapi ..."

"Buka! Buka! Buka!" Batin Madara yang sendari tadi mengintip mereka secara terang-terangan.

"Mm, baiklah ..." Akhirnya Chiyou bersedia.
"Nah, gitu dong..."

Perlahan, Chiyou mengangkat bajunya ke atas.
Saat itu usia Chiyou masih 14 tahun. Namun, ukuran dadanya tak kalah besar dari dua temannya yang berumur 18 tahun.

"Terussss!!!" Bagaikan setan, arwah Madara terus menghasut jiwa muda di depannya.

"Ummm" Chiyou kemudian membuka celananya perlahan. Hingga akhirnya, hanya menyisakan sebuah celana dalam berwarna krim.

....................

Di tempat Hashirama berada, tampak kalau ia sudah siuman. Kini ia tengah terduduk di sekitar api unggun bersama adiknya, Tobirama.
"Hmm, ngomong-ngomong kenapa kakak bisa berada disini??"
"Tadi aku bertarung dengan Uchiha Madara ..." Ucap Hashirama.
"Oh ya? lalu bagaimana hasilnya?"
"kakak berhasil mengalahkannya, dia pasti sudah berada di Akhirat sekarang ..." Ucap Hashirama yang tak tahu kalau arwah Madara sebenarnya sedang mengintip orang mandi.

"Hah!? Kak Madara sudah tewas!???"
"ya ...
Dan sebelum mati, ia bilang kalau dia akan membalas semuanya ..."
"hah!? Bagaimana bisa!???"

"Tobirama, mengenai jutsu yang belakangan ini kau pelajari itu ..."
"Maksud kakak Edo Tensei??"
"ya, aku khawatir kalau-kalau jutsu itu dapat membangkitkannya ..
Karenanya, sebaiknya kau menghentikan penelitian akan jutsu itu"
"Ta-tapi kak!"
"Tidak ada tapi-tapian. Kakak telah memutuskannya"
"Ummm" Tobirama tak dapat berkata apa-apa.

Fakta 6 : Karena itulah, Edo Tensei dicap sebagai jutsu terlarang

"Maafkan aku sayang ..." Ucap Tobirama dalam hati.
"Aku tak dapat memenuhi janjiku" Lanjutnya.

Fakta 7 : Ternyata, alasan kenapa Tobirama menciptakan Edo Tensei adalah untuk menghidupkan kembali nyawa kekasihnya.

....................

Kembali ke Sungai ...
"Uuhh, punya Chiyou-chan gede banget ih .."
"Mm, a-apaan sihh ..." Wajah Chiyou semakin memerah.
"Hayoo, udah diapain aja sama tuan Kazekage??" Goda teman satunya.
"Umm, itu, eh, apaan sihh!!!!" Chiyou memegang kedua dadanya.

Fakta 8 : Nenek Chiyou sempat menjalin hubungan dengan Kazekage

"Glekkk ..." Arwah madara menelan ludah. Tanpa basa-basi, ia mendekat ke tubuh Chiyou dan bersiap untuk menerkam dada si cantik belia itu. Namun, sesaat setelah ia hendak meremas kedua dada besar Chiyou, tangannya malah tembus.
"Sial, aku lupa" Umpatnya.

"Aaah, aku harus segera mendapat tubuh!!!" teriak sang arwah.
"Ng???" Sesaat setelah ia berteriak, tiba-tiba ia melihat sesuatu di balik semak-semak, dua buah bola mata sedang mengintai.
"Ooo? ternyata bukan hanya aku yang mengintip mereka" gumam arwah Madara yang kemudian mendekat ke arah lelaki mesum di balik semak-semak.
"Wah..wah ..." Arwah Madara berdiri tepat di depan pemuda berambut putih yang sedang mengintip itu. Karena arwah, si pemuda tak menyadari keberadaan Madara.
"Ckckck, anak muda jaman sekarang ..." Ucap Madara nggak sadar kalau dia cabul juga.

Fakta 9 : Ayah Jiraiya juga mesum

"!" sebuah ide terlintas.
"Aha, sepertinya aku bisa memanfaatkan tubuh ini ..."
Tapp ...
Madara merapal sebuah jutsu.
"!!!????" Tubuh si pemuda berambut putih tiba-tiba mengejang, tatapanya berubah kosong.
Settt ...
Arwah Madara kemudian masuk melewati mulut si pemuda.
Deggg ...
"Yaaah" Madara mulai bisa merasakan tubuh si pemuda itu.
"Fufufu, dengan tubuh ini, aku bisa bermain-main dengan ketiga gadis itu" Pikirnya dan kemudian bangun dari semak tempat ia bersembunyi. terang-terangan ingin memperkosa ketiga gadis itu.
"Mereka hanya tiga orang gadis kecil, sedangkan aku adalah seorang lelaki yang kuat, aku pasti bisa menaklukan mereka" Pikirnya sembari terus berjalan mendekat.

"Eh?" ketiga gadis itu menatap ke arah pemuda berambut putih panjang.
"Kyaaaaaaaaaaaa!!!!!!" langsung saja, mereka berteriak.
"Fufufu, selamat sore gadis-gadis manis ..." Lagi-lagi ia mengeluarkan senyuman mesum.
"Kyaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!"
JBUAKKKK!!!!
Refleks saja, ketiga gadis itu memukul kepalanya, tepat di mata kanan hingga membuat ia terpental sangat jauh. Bukan hanya tubuhnya, bahkan arwah madarapun ikut terpental lepas dari tubuh.
Whussssss ...
si arwah terpental jauh menembus gunung.

Brukkk ...
Arwah Madara jatuh beberapa kilo dari tempat tadi.
"Uuuhh, aku tak menyangka pukulan mereka sekeras itu, sakittt ..."

Fakta 10 : Alasan kenapa Madara (Tobi) menutup mata kananya dengan topeng adalah karena trauma.

"Haaah, sudahlah, daripada memikirkan wanita, lebih baik aku memfokuskan diri untuk mencari tubuh baru ...
tubuh yang cocok, bukan tubuh labil seperti yang tadi" Pikir si arwah gentayangan.

Setelah itu, Tobi mulai bertualang untuk mencari tubuh yang baru dan cocok selama bertahun-tahun.
Hingga akhirnya, iapun berhasil menemukannya.

repost from: blogspot